Jurnal Kelam Seorang Istri
Bagian Kedua
Keesokan harinya suasana pagi terasa kaku, aku yang masih kesal dengan suamiku tak banyak bicara padanya, setelah bang Andi sarapan dan berangkat kerja, aku kembali ke kamar, tayangan televisi tak mampu membuat hatiku terhibur, aku melakukan pekerjaanku seperti biasa, aku mengambil pakaian kotor dan mencucinya di mesin cuci, kesibukan pekerjaan rupanya membuatku sedikit melupakan kekesalanku.
Saat menjemur pakaian, kudengar tukang sayur langgananku berteriak memanggil para ibu-ibu, aku sendiri malas memasak hari ini karena hatiku masih kesal dengan Bang Andi. “Biar dia makan mie instant aja..” ujarku dalam hati.
Setelah selesai menjemur, aku kembali ke dalam rumah, aku kunci pintu, aku ingin tidur saja sepanjang hari ini, karena tadi malam aku sama sekali tak nyenyak tidur, sambil berbaring aku mengecek hpku, kulihat banyak chat yang belum kubaca di grup whatsapp teman-teman kampusku dulu, ada satu chat yang menarik perhatianku, rupanya dari Dona, sahabat lamaku yang tiba-tiba japri.
Dona cerita kalau suaminya sedang dinas di Jogja, lalu dia teringat padaku, dia bertanya kota yang kuhuni sekarang, dia juga bilang kalau nanti sempat, dia akan minta suaminya mampir ke tempatku. Entah mengapa obrolan kami sampai pada topik soal niat Bang Andi itu, jawaban dona malah membuatku terhenyak, menurutnya hal itu sudah biasa, dan dia juga sama, karier suaminya bisa melesat karena dia berhasil merayu atasan suaminya, dan gilanya lagi Dona malah tidur dengan bos suaminya itu, Dona bilang tadinya karena terpaksa, namun lambat laun dia malah menikmati semuanya.
“Suami gue, sekarang udah kecapean ama urusan kantor say, dan gue dapat kepuasan dari bosnya, sama-sama menguntungkan kan, suami dapat jabatan, dan gue dapat kepuasan.” Begitu entengnya ucapan Dona itu.
“Dan ternyata bosnya suami gue itu perkasa banget, dia bikin gue sampai kewalahan di ranjang say, hihihi…gue kasih tau ya say…orang kulitnya gelap itu, barangnya gede-gede loh hihihi…dan tenaganya ampunnn…” lanjut Dona tanpa malu, bahkan aku yang membaca chatnya merasa risih.
Dona juga mengirimkan Video persetubuhannya dengan Bos suaminya itu, katanya biar gak dibilang Hoak, aku betul-betul gak bisa melihat adegan yang muncul di video itu, bahkan aku malah mematikan video yang sedang kutonton.
Setelah pembicaraanku dengan Dona, aku malah menjadi malu sendiri, aku gak habis pikir seorang perempuan bisa sebinal itu, dengan gemetar ku putar kembali video yang dikirimkan Dona, dalam layar terlihat Dona sedang ditindih lelaki berkulit gelap, Dona dan lelaki itu sedang berciuman rupanya terdengar dari suara liur yang saling berkecipak, suara erangan Dona terdengar berisik, aku kembali mematikan video itu, hatiku berdebar-debar tak karuan, pertama kali dalam hidupku aku menonton video mesum, dan bahkan yang berperan disana adalah sahabatku sendiri.
Aku yang selama ini bercinta dengan gaya konvensional cukup terkejut melihat gaya bercinta Dona dan atasan suaminya, adegan-adegan mereka membuat hatiku berdesir-desir, terlihat sekali Dona begitu menikmati permainan terlarang itu.
Tanpa sadar, jemariku bermain di sekitar vaginaku, aku mulai bermartubasi sambil membayangkan adegan Dona dan Bos suaminya tadi, sekitar 10 menit aku menggesek klitorisku, akhirnya orgasmeku meledak, kali ini terasa luar biasa…aku terengah-engah di atas ranjang dan tak lama tertidur.
Hampir jam tiga sore aku terbangun, aku segera merapihkan rambutku, kuikat rambut panjangku, aku kemudian mengambil jemuran yang telah kering, lalu aku bersiap-siap untuk setrika pakaian, saat sedang menyetrika, kembali aku teringat chat dona dan adegan persetubuhan Dona dan bos suaminya, sepertinya aku mulai terasuki oleh cerita mesum dona itu, hingga aku kemudian terlonjak saat jemariku sedikit tersentuh panas setrika yang kupegang.
Setengah jam kemudian, Mobil suamiku terdengar di depan rumah, bunyi pagar dibuka, lalu kudengar lagi suara mesin mobil suamiku saat sedang diparkir mundur, aku membawa pakaian yang rapih kusetrika ke lemari.
Terdengar suara Bang Andi memanggil, namun aku tak menyahut, hatiku masih kesal dengannya, Bang Andi masuk kedalam kamar, “Bun, ayah beli pizza kesukaan Bunda tuh…kita makan yuk..” aku sama sekali tak menjawab, aku malahan keluar kamar menuju kamar mandi.
Setelah mandi sore, aku mendapati bang Andi tengah duduk di meja makan, “Yuk sini Bun, kita makan Pizza bareng-bareng yuk..” Aku memasang muka cemberut, tanpa kujawab aku masuk ke kamar dan menonton televisi di kamar.
Biasanya setiap sore, aku menyiapkan pakaian ganti suamiku setelah mandi, dan kini aku juga menyiapkan seperti biasa, walau hatiku kesal, namun aku juga tak ingin lalai dengan tugasku sebagai istri. Setelah Mandi dan berganti pakaian bang Andi berbaring disebelahku, dia menatapku sambil berusaha menghiburku, berkali-kali dia minta maaf, namun aku tak menjawab ucapannya, entahlah hatiku masih kesal dengan suamiku itu.
Malamnya bang Andi tengah asyik menonton sepak bola di luar, sedangkan aku nonton di dalam kamar, sekitar jam 11 malam, Bang Andi masuk ke kamar, dia hanya diam dan berbaring membelakangiku, begitulah sifat suamiku, setiap bertengkar dia tak akan membujuk berulang-ulang, aku melirik kearahnya, entah kenapa aku juga merasa bersalah padanya, aku juga yang duluan mengungkit masalah karier, dan sungguh aku baru tahu kalau dunia pekerjaan tak selalu hitam putih, ada berbagai faktor yang membuat karier seseorang meningkat.
Tiba-tiba aku kembali teringat chat Dona, kuambil hpku dan kubaca kembali chat Dona, aku melirik ke arah bang Andi yang telah lelap tidur, perlahan berusaha tanpa suara, aku keluar menuju kamar mandi, di kamar mandi kuputar kembali video dona sedang bersetubuh, video itu memantik gairahku, ku gesek klitorisku sambil menatap kontol hitam bos suami Dona keluar masuk memompa vagina merah Dona, terus kugesek cepat hingga tak lama aku menggigit bibir sambil terpejam, desakan orgasmeku begitu hebat menyeruak keluar..aku terengah engah di atas toilet… “Suamiku udah gak seperkasa dulu say, malahan bosnya yang memuaskanku sekarang, kan sama-sama senang, suamiku semakin bagus kariernya, dan aku juga puas di ranjang hihihi…” Chat Donna itu semakin dalam merasuki sanubariku, perlahan chat itu membangkitkan fantasi kelam di relung terdalam hatiku.
***
Keesokan harinya adalah hari libur tanggal merah, aku hanya bermalas-malasan di kamar, Bang Andi juga sedang sibuk mencuci mobil, aku kemudian keluar kamar dan mengintip ke depan, kulihat Bang Andi kini sedang merapihkan tanaman hias di taman, Bang Andi juga sibuk menggunting rumput-rumput yang menjulang tinggi.
Setelah membuatkan sarapan untuknya, Aku duduk rebahan di kursi depan televisi, tak lama kudengar Bang Andi masuk ke rumah, “Wow enak nih, Ayah mandi dulu ya bun..” ucapnya, aku hanya diam sambil terus memperhatikan televisi, Bang Andi kemudian mandi, setelah Bang Andi selesai, gantian aku yang mandi, setelah mandi dan berganti pakaian, aku melihat bang Andi sedang menungguku di meja makan, “yuk sarapan bun..” ucapnya, aku duduk dihadapannya sambil memasang muka cemberut.
“Bun udah dong ngambeknya…ayah kan udah minta maaf, masa gak dimaafin sih..” Ucap Bang Andi terdengar memelas, aku hanya menatapnya…
Sebenarnya aku sudah tak kesal lagi dengan suamiku itu, malahan kini aku memikirkan ucapannya untuk menggoda bosnya, entah kenapa sejak aku melihat video Dona itu, pandanganku sedikit berubah, apalagi sudah sekian lama aku tak mendapatkan kepuasan bercinta, membuatku menjadi sedikit berfantasi…
“Udah ya bun, kita gak usah ngomongin lagi soal itu, Ayah gak punya niat untuk segila itu kok…maafin ayah ya bun…kita baikan lagi ya..” Ujarnya tersenyum…
“Lalu gimana karier Ayah?” Tanyaku pelan.
“Heh..apa bun?” tanya Bang Andi, entah dia benar tak dengar atau pura-pura saja.
“Trus bagaimana dengan karier ayah?” tanyaku lagi.
“Ahh udahlah gak usah dipikirin, kita makan aja ya, laper nih..” jawab suamiku.
Aku diam, dan kemudian kita sama-sama makan dalam hening, setelah selesai aku membawa piring kotor ke dapur, aku meletakkan saja tanpa mencucinya, aku kembali ke meja makan, kulihat Bang Andi tengah asyik dengan hpnya.
“Yah…gimana kalau bunda bersedia membantu..” Ucapku.
“Hemmmh….kenapa bun?” ujar Bang Andi rupanya tak fokus dengan ucapanku tadi.
Aku mengulang pertanyaanku, dan kali ini bang Andi menoleh menatapku, diletakkan hpnya, dia menatapku begitu tajam, dan sungguh aku seolah melihat sekilat cahaya seperti kegembiraan terpancar di bola matanya.
“Bunda serius?” Tanya suamiku.
“Apa ayah Yakin?” aku balas bertanya.
“Apa Ayah yakin ingin bunda merayu pak Frans? Bagaimana kalau dia kurang ajar ama Bunda, misalnya colek-colek bunda, atau yang lebih parah lagi. Dia ingin meniduri bunda?” lanjutku, Entah kenapa aku juga tak tahu, begitu lugasnya aku bisa berkata seperti itu.
“Bun…” Suara Bang Andi terdengar lirih, namun aku merasa aneh, suaranya seperti orang yang tercekat karena terangsang.
“Emangnya ayah membayangkan apa? Yang dirayu ini bukan anak-anak, tapi orang dewasa, pasti arahnya kesana kan, gak mungkin Cuma pak..bantu suami saya ya..emang bisa kaya gitu?” ujarku sudah terlanjur basah..
Jawaban suamiku malah tak kuduga, dia berkata sudah siap dengan segala konsekuensinya karena dia yang meminta, aku sungguh bingung ada apa dengannya, kenapa dia merasa seolah senang melihat istrinya merayu lelaki lain, dan juga aku heran kenapa juga aku berdebar-debar tak karuan seperti ini, membayangkan merayu pak Frans, lalu ahhhhh…ini benar-benar gila..
Dan hal berikutnya semakin aneh, Bang Andi sama sekali tak berusaha membatalkan niatnya, dia malah memikirkan skenario untuk permulaan menggoda Pak Frans, aku sungguh terkejut mendengar rencananya, dia akan membawa pak Frans ke rumah, lalu pura-pura menjamu makan, tapi dia akan membeli makanan dulu di luar dan meninggalkanku berdua dengan pak Frans, dan luar biasanya dia juga telah merencanakan kostum yang akan kupakai nanti, sungguh aku bergidik mendengar rencana Bang Andi itu, di balik sikap kalemnya dia punya fantasi yang luar biasa, dan jujur aja aku juga semakin berdebar menantikan semuanya…aku mungkin sudah gila, atau kita berdua sudah gila…
Sorenya aku dan bang Andi pergi ke Mal untuk mencari kostum yang akan kupakai nanti, dan aku kembali kaget melihat bang Andi memilihkan daster yang sangat seksi untukku, daster selutut dengan tali kecil di pundak, aku bisa membayangkan kulit betis dan pundakku yang putih mulus akan terpampang jelas, duhh…memikirkan tatapan Pak Frans yang penuh napsu membuat hatiku berdesir-desir tak karuan.
***
Malam yang dinantikan tiba, aku saat itu sengaja tak mengenakan Bra, aku tak tahu apakah pak Frans mengetahui hal itu atau tidak, namun sungguh saat itu hatiku berdegup kencang merasakan gairah yang semakin menjalar, tepat saat bang Andi pergi dan pura-pura akan membeli makanan diluar, aku mulai bertingkah seperti wanita penggoda, entah darimana keberanianku muncul, tapi suasana emang mulai sedikit hangat.
Aku sengaja mengangkat lenganku pura-pura mengikat rambutku, dan bisa kulihat tatapan pak Frans tak lepas dari ketiakku yang putih mulus tak berbulu, YA tuhan.***irahku semakin merambat naik, tubuhku mulai terasa hangat, ucapan-ucapan kami yang menjurus semakin melecutkan gairahku, saat menawarinya minum, dengan sengaja aku bertanya “Pak Frans suka susu apa kopi..” aku tahu ucapanku itu akan memancing jawaban yang vulgar, dan seperti kuduga, pak Frans menjawab kalau dia suka susu putih…duhhh desiran-desiran hatiku semakin terasa membuat ngilu..
Aku menyuguhkan minuman yang kubuat sambil menunduk sedemikian rupa hingga mungkin putting payudaraku bisa dilihat olehnya, aku lalu duduk dihadapannya sambil menyilangkan kaki, “Pak Frans datang kok tiba-tiba ya, bang Andi juga gak bilang kalau pak frans mau datang, maaf ya gak sempat ganti pakaian jadinya, mana saya juga gak pakai Bra, ehh maaf…” ucapku, dan kulihat pak Frans tersedak mendengar ucapanku itu, minumannya sebagian tumpah membasahi celananya, aku kemudian refleks menuju kearahnya sambil menarik tissue, kuseka celananya, dan aku sedikit terkejut saat melihat gundukan seperti sebuah pisang ambon di balik celananya, aku menelan ludah melihat itu semua.
“Emangnya Bu Rina kalau di rumah gak pernah pakai Bra?” Tanya pak frans mulai berani, aku terkejut mendengarnya namun entah kenapa aku malah meladeni pertanyaannya yang vulgar itu.
“Soalnya sekarang panas pak, gerah, sebentar ya…” Aku kembali sengaja mengangkat lenganku memamerkan ketiakku, Pak Frans yang duduk begitu dekat tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke ketiakku, refleks aku menghindar, kulihat pak frans tersenyum aneh, aku hanya menunduk sambil menggigit bibir.
Tak lama Bang Andi tiba membawa bahan makanan, aku kemudian membawa makanan itu ke dapur, rupanya bang Andi hanya membeli makanan yang hanya perlu dihangatkan di microwave.
Setelah itu kami bertiga makan, sambil makan aku sempat melihat tatapan Pak Frans begitu tajam menusuk relung jantungku, insting wanitaku seolah berkata itulah tatapan pria sejati yang bakalan mampu membuatmu menjerit di ranjang, duhhh…
Sebelum pulang, Pak Frans meminta ijin pada bang Andi untuk mengajakku menemaninya menghadiri resepsi pernikahan, Bang Andi lalu bertanya apa aku bersedia menemani pak Frans, dan aku tanpa ragu mengatakan aku bersedia, aku sungguh penasaran dengan permainan ini, hatiku terus berdebar menantikan apa yang akan terjadi nanti.