(Kisah Nyata) Bumbu Kehidupan

Sebagaimana kantor pemerintah daerah pada umumnya, karyawan kami sebagian besar adalah kaum tidak produktif yang hanya menunggu tibanya masa pensiun. Lebih dari 80 persen adalah om dan tante usia di atas 45 tahun. Anak mudanya akan memilih berkarier di bidang yang lebih menjanjikan, jika ada kesempatan pastinya memilih pindah ke kantor pusat. Seiring waktu, aku tahu kehidupan kantor tidaklah semanis apa yang ditawarkan saat pengumuman lowongan. Banyak aksi berebut kuasa, banyak permainan anggaran, banyak pula permainan cinta terlarang. Mbak Ais, seorang wanita muda yang tengah tinggal sendiri, jauh dari suami, tentu adalah mangsa empuk bagi para pemburu kehangatan.

Akan kucoba menjelaskan kesan fisik Mbak Ais yang kutangkap waktu itu. Tinggi sekitar 160. Badan cukup padat berisi sekitar 60-70 kg, bentuk dada dan pantat menggoda. Belakangan aku tahu dia cukup rajin fitness. Wajah putih, cukup terawat (banyak waktu luang untuk perawatan, tidak perlu mengurus suami). Cara berpakaian di atas rata-rata karyawan pemerintah. Sisi penampilan, menarik. Tidak luar biasa, tidak mengecewakan, yang jelas gak malu-maluin kalau diajak jalan. Semua itu dibungkus karakter yang ceria dan mudah bergaul. Dari itu semua semoga pembaca dapat menangkap kesan ini: Dia layak dijadikan pujaan.

Enam bulan berlalu sejak kami dipertemukan. Desas-desus mulai beredar. Satu, dua, tiga pengakuan mulai terkuak. Banyak para karyawan yang menaruh hati. Ada yang diam-diam, sekedar jeprat jepret kamera hape. Ada yang terbuka memampang foto mbak Ais di desktop dan dinding kubikal. Ada yang lewat pesan pendek mengajak ketemuan, bahkan menembak untuk dijadikan istri bayangan. Ada pula, pejabat, yang secara terbuka mengajak jalan, menjanjikan banyak kemewahan, kedudukan dan jaminan kehidupan layak.

Dalam satu kesempatan aku melihat langsung, betapa marahnya Mbak Ais saat seorang karyawan senior mencubit pantat semoknya. Kemarahan yang membuatnya bahkan tidak keluar ruang kerja seharian. Aku paham, tentu tidak menyenangkan dilecehkan seperti itu. Sore sebelum pulang, kutengok ruang kerjanya. Ia, masih dengan kacamatanya, serius menatap layar laptop, jarinya lincah mengetik.

"Yok opo, mbak.....", Sapaku. Dilengkapi senyum tanggung. Tampak kaget dia.
"Loh, belum pulang mas", balasnya.
"Ini sudah ready, tinggal presensi, terus capcus. Pulang aja sih, udah jam lima ini"
"Bentar lagi. Wong gak ada yang dikerjain di rumah" Mbak Ais berkata, sambil memalingkan wajahnya kembali ke lap.......top ( hiya...hiya....hiya.....).

Aku melirik jam tangan. Masih cukup waktu untuk perjalanan pulang, pikirku. Segera kuambil kursi kosong. Tas ransel kuletakkan di lantai. Duduk aku di depan meja kerjanya.

"Sorry tadi aku diam saja. Pak J**** emang suka kurang ajar sih" kataku. Entah apa yang mendorongku berkata begitu. Mungkin sekadar ingin menghiburnya. Atau menguatkan. Menegaskan bahwa aku dan Mbak Ais di satu posisi. Berbeda. terpisah dari kawan-kawan bejatku yang lain.

"Gak papa lah, biasa aja. Cowok kan emang gitu to"

Lega karena uluran tangan persahabatanku disambutnya. Kami mulai bertukar kata. Sore itu aku tahu dia cukup cerdas. Berpikiran terbuka. Perspektifnya luas. Senyumnya manis. Dan yang terpenting, sorot matanya misterius, sulit pula aku menjelaskan. Bola mata besar, namun tatapannya tajam, menyetrum, teduh, sekaligus membius. Tatapan yang pastinya menggoda hati semua pria.

Bersambung lagi gan. Musti segera pulang...

:Peace:

EPISODE 2

DOWNLOAD VIDEO MESUM TERBARU