Saat aku masuk, Ni Darwati memanggil.
"sini Le, ruang makan" penggil Ni Darwati
Aku pun mencari asal suara. Ya maklum aku belum pernah masuk rumah itu, apalagi hafal.
"Duduk Le, kita makan bersama. Ini bapak juga mau ngomong sesuatu" kembali Ni Darwati menyuruhku dengan suara lembutnya.
Aku pun duduk di kursi yg masih kosong. Aku duduk berhadapan dengan Ni Darwati. Sedangkan Ki Sentana di sisi lainnya.
"Ibu ambilkan ya Le" ucap Ni Darwati.
Aku hanya membalasnya dengan senyum gugup. Sedangkan Ki Sentana hanya memandang kami dengan senyum pula.
Saat kami mulai menyantap hidangan. Ki Sentana buka suara.
"Le, kamu mau kan tinggal bersama kami? Tidak usah tinggal di kandang lagi. Ibumu sudah siapkan kamar. Nanti malam kamu mulai tidur di dalam".
"Iya Le, gak usah diluar lagi. Kita sekarang keluarga" imbuh Ni Darwati.
"Sendiko ndoro" jawabku
"Panggil Romo dan Ibu saja" jawab Ki Sentana.
"Baik Romo" Mereka tersenyum mendengarku menyebut Romo.
Kami sudah selesai makan bersama, diakhiri dengan Ki Sentana yg kedepannya akan aku panggil Romo itu undur diri masuk ke kamar.
Sebenarnya Ki Sentana terlihat sehat, aku pun tak paham kenapa katanya Ki Sentana diberitakan sakit-sakitan. Badan pun masih tegap, hanya saja sorot matanya sudah tidak setajam yg diceritakan orang mengenai dirinya.
Karena hari hujan, aku pun tak kembali bekerja. Aku ambil minum dan duduk di ruang tamu sendiri. Karena orang tua baruku masuk ke kamar.
Saat sedang santai sendiri, samar terdengar desah dan rintihan dari dalam. Meski baru jadi majikanku tapi aku kenal itu suara Ni Darwati. Aku yg sudah diperlakukan baik pun tanpa berpikir bangkit dan mencari tahu. Aku tak mau sesuatu yg buruk menimpa Ni Darwati.
Aku setengah berlari langsung membuka pintu kamar dan masuk kamar mereka.
"Ehhhh" sepasang mulut bersuara kaget karena aku menerobos masuk. Aku yg bingung dengan adegan itu hanya mematung memandangi apa yg terpampang di depanku dan mencoba mencerna apa yg terjadi.
Ni Darwati ada di bawah mengangkangkan kakinya dan Ki Sentana bersimpuh di antara kaki Ni Darwati sambil memegangi kedua kaki Ni Darwati.
"Le?" suara Ni Darwati menyadarkanku.
Aku yg menganggap adegan itu bukan urusanku berniat keluar dari ruangan. Namun, "Le sini" panggil Ki Sentana.
Aku yang dipanggil pun mendekat, entah kenapa mataku tak bisa lepas dari daging lunak di dada Ni Darwati, benda itu hanya ditutup dengan telapak tangannya sendiri yg tentu saja tidak cukup menutup.
Posisi mereka kini duduk, Ni Darwati bersimpuh sembari tetap menutup dadanya dengan kedua telapak tangan menangkup disana. Sedangkan Ki Sentana duduk dengan percaya diri memperlihatkan tubuhnya tanpa sehelai kain.
"Kamu tau apa yg sedang kami lakukan Le?" tanya Ki Sentana dengan tatapan tajamnya.
"Tidak Romo" ku jawab dengan menunduk.
"Kamu mau bantu kami Le?" tanya Ki Sentana, entah bagaimana mimik mukanya saat itu, meski suaranya tak setegas sebelumnya tapi aku masih tidak berani menatapnya.
"Saya siap disuruh apa saja Romo" jawabku
"Duduk lah sini Le, jangan takut. Romo tidak marah. Romo lakukan ini demi kebahagiaan Ibumu. Kamu bantu romo bahagiakan ibumu ya" Ki Sentana kembali membuatku bingung dengan ucapannya.
"Baik Romo" jawabku tanpa berpikir.
Tapi apa yg membuat Ni Darwati bahagia? Tadi suaranya saja kesakitan. Kalau menyakiti Ni Darwati, aku tak akan mau!!!
Masih dengan menunduk, aku tak mendengar kata2 lagi dari Ki Sentana. Kini suara Ni Darwati yang mirip orang kesakitan kembali terdengar di telingaku. Aku pun menoleh. Aku amati muka Ni Darwati. Tak terlihat tersiksa tapi malah aku yg berpikiran aneh. Ya aneh. Entah kenapa Ni Darwati semakin cantik dimataku saat itu. Dan lebih anehnya lagi kontolku berdenyut padahal tak kurasakan kalau aku kebelet kencing.
"Akhhh Kang, sodok terus kang. Aku pengen punya anak kanggg... Akhhhhh"
Terlihat kegiatan Ki Sentana yg menabrak-nabrakkan kontolnya ke Ni Darwati terhenti. Ni Darwati nafasnya memburu, seperti aku kalau kelelahan bekerja. Tapi entah kok malah cantik sekali, apalagi ia sambil tersenyum bahagia. Aku juga mau jika membuat Ni Darwati kelihatan sebahagia itu. Aku mau berbakti pada orang tua baruku.
"Le lepas bajumu, lakukan hal yg sama dengan yang romo lakukan pada ibumu" ucap Ki Sentana mengagetkanku dari lamunan.
Aku pun melepas kaos partai yg kukenakan lalu memelorotkan celana kolor gombrang milikku. Aku tak bercelana dalam, memang tak punya. Maka terpampanglah pusaka milikku.
Entah kenapa muka Ki Sentana terlihat panik lalu menoleh ke Ni Darwati yg fokus memelototkan matanya ke kontolku.
"Le, kok gede banget? Kalau nanti ibumu kesakitan, kamu harus sabar dan pelan ya" ucap ki Sentana sambil menelan ludahnya sendiri. Ia pun lalu berbaring memeluk dan menyatukan bibir dengan Ni Darwati.
"Ayo Le" "kamu yg atur Dek" Ki Sentana lanjutkan ucapannya pada kami berdua.