DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT

tapi tidak dilanjut karena sesuatu hal. Saya menulis cerita ini atas izin beliau dengan Judul yang berbeda dan semoga bisa sampai tamat

Derap langkah kuda terdengar berirama menapaki jalanan berkelok dilereng bukit yang hijau dipenuhi rumput dan pepohonan. Langkah kuda itu mengarah ke wilayah sebuah kadipaten. Tidak membutuhkan waktu lama kuda itu telah sampai dipusat kadipaten itu. Kadipaten Parwata nama daerah itu, sebuah kadipaten yang tidak terlalu ramai. Karena terletak dilereng sebuah gunung yang dikelilingi bukit-bukit hijau.

Hari ini susana ibukota kadipaten Parwata terlihat berbeda. Kadipaten yang biasanya sepi ini nampak lalu lalang orang berjalan kaki dan menunggang kuda terlihat juga beberapa roda pedati ikut meramaikan jalanan. Kebanyakan yang terlihat dijalanan itu bukanlah penduduk setempat. Dari cara mereka berpakaian dan sebagian terlihat memanggul pedang dipunggungnya bisa diperkirakan bahwa mereka ini adalah orang-orang rimba persilatan.

Orang-orang awam penduduk setempat banyak yang bertanya-tanya ada apa gerangan sehingga begitu banyak orang yang datang ke tempat mereka. Namun dari percakapan mulut kemulut sebagian orang mulai memahami maksud kedatangan para pendekar itu.

Di Kadipaten Parwata tinggal seorang pendekar ternama sekaligus saudagar kaya disebuah rumah megah ditengah kota kadipaten. Pendekar tersebut bernama Ki Pawaka dikenal dengan julukan Si Tangan Api. Sebuah nama yang cukup disegani dikalangan kaum rimba persilatan di seantero Jawadwipa. Orang-orang rimba persilatan dari delapan penjuru angin berdatangan ke daerah ini semata karena mendengar sebuah ancaman maut yang ditujukan kepada ki Pawaka. Sebuah ancaman yang tidak bisa dipandang remeh karena beberapa pendekar sebelumnya telah menerima ancaman serupa dan berakhir dengan tewasnya para pendekar yang jadi sasaran ancaman itu.

Sebuah ancaman yang disebar beberapa hari menjelang malam purnama dengan tulisan hanacaraka di secarik kain putih dengan tinta darah. Tertulis nama yang akan dijadikan sasaran dan tulisan ancaman bahwa si pemilik nama itu akan dihabisi saat malam purnama. Kain-kain bertulis ancaman itu disebar diberbagai wilayah. Ancaman pertama yang terbukti benar-benar terjadi menimpa ki Jaladara Pimpinan Padepokan Gunung Muria. Tokoh ternama rimba persilatan itu meregang nyawa bersama para pengikutnya di padepokan. Hampir tak ada yang tersisa. Kecuali beberapa murid perguruaan yang kebetulan sedang turun gunung.

Menjelang Purnama berikutnya ancaman serupa kembali beredar dengan sasaran Ki Lugina tokoh pimpinan perguruan Lembah Ular Hijau. Tokoh papan atas rimba persilatan itu tak mampu melawan keganasan sang pemberi ancaman maut itu. Dia dan hampir seluruh muridnya dibantai dengan keji. Membuat rimba persilatan menjadi gempar.

Ketika ancaman berikutnya muncul lagi maka sejumlah pendekar dengan penuh amarah segera bergegas menuju ke tempat tinggal tokoh yang tertera dalam secarik kain putih bertuliskan tinta darah itu. Mereka berniat menangkap sekaligus menghukum mati pelaku pengancaman yang telah meneror rimba persilatan itu. Sebelum malam purnama tiba para pendekar itu telah sampai dikediaman Wong Agung Wilis pendekar sepuh yang hanya tinggal bersama istri dan anak-anaknya itu. Tapi kehadiran puluhan pendekar tersebut tidak mampu menyelamatkaan Wong Agung Wilis dan Keluarganya bahkan dari puluhan pendekar yang datang hanya tersisa beberapa pendekar yang terluka parah dan selebihnya tewas dengan mengenaskan.

Akibat tiga kejadian di tiga purnama yang mengerikan itu maka para pendekar rimba persilatan menantikan dengan tidak sabar munculnya ancaman berikutnya. Kali ini hampir sebagian besar orang rimba persilatan memutuskan untuk pergi ke tempat dimana ancaman itu akan ditujukan. Kali ini para pendekar papan atas yang sebelumnya diam saja dan para pendekar yang tidak mengetahui kabar-kabar terkini rimba persilatan telah mengetahui sehingga memutuskan untuk ikut serta mengejar pelaku pengancaman yang benar-benar mewujudkan ancamannya dengan membantai begitu banyak orang. Tiga kejadian sebelumnya menjadi pelajaran bagi para pendekar sehingga begitu mendengar anacaman yang baru muncul maka bergegaslah para pendekar menuju ke tempat ancaman itu ditujukan yang kali ini ancaman tertuju kepada Ki Pawaka dari Kadipaten Parwata. Para pendekar itu berniat menghentikan momok rimba persilatan yang belum merka ketahui siapa namanya namun mereka menjuluki tokoh misterius itu si Dewa Maut.

Hari ini masih sekitar tiga hari lagi menjelang malam purnama. Semua penginapan di ibukota Kadipaten terisi penuh. Menjelang siang rumah makan ramai pengunjung yang hendak melepas lapar dan dahaga. Di sebuah rumah makan terbesar di Parwata nampak pelayan sedang kewalahaan melayani pengunjung.

"Maaf nona sudah tidak ada lagi tempat duduk." Kata Pelayan tergopoh-gopoh.

"Kalau begitu minta dibungkus saja bisa kan?" ujar tamu yang baru masuk.

"Bisa ditunggu ya, tapi tidak ada tempat buat duduk menunggu Sekali lagi maaf ya."

"Baik saya tunggu."

Pelayan bergegas menyiapkan pesanan tamu yang tidak kebagian tempat duduk itu. Seorang tamu perempuan dengan pakaian serba putih dan wajah tertutup cadar. Di punggungnya tergantung sebilah pedang dengan bentuk yang indah. Meski memakai cadar tidak bisa menyembunyikan wajah cantiknya yang menerawang dengan mata indahnya namun terlihat begitu dingin dan kejam.

"Nona cantik duduklah dipangkuanku."

Seorang pengunjung yang duduk tidak jauh dari sang wanita yang mengunakan cadar berseloroh. Terlihat seperti lelaki mesum yang gemar menggoda perempuan. Dia tidak sendiri karena bersama dengan dia ada tiga lelaki yang sepertinya sama sikapnya dengan lelaki yang berkata-kata tidak sopan tadi. Mereka terlihat tertawa mengejek. Sementara pengunjung lain terlihat saling berbisik wajah mereka terlihat menjadi tegang. Seolah mereka membayangkan akan terjadi sesuatu yang mengerikan sebentar lagi ditempat ini.

"Iya nona kami rela memangku nona yang can...."

Srettt...crashhh...crashhh. Dalam sekejap dua lelaki yang bicara dengan sikap tidak sopan kepada si wanita bercadar telah terkapar dengan kepala terpisah dari tubuh mereka.

"Bidadari Hati Beku...!"

Beberapa pengunjung tanpa sadar menyebutkan nama itu hampir bersamaan dengan suara lirih. Maka gemparlah rumah makan itu. Sang wanita bercadar ternyata adalah pendekar ternama berjuluk Bidadari Hari Beku yang dikenal sangat kejam terhadap musuh-musuhnya. Dengan dingin dia menendang kedua mayat itu beserta keaalanya yang telah terpisah keluar dari rumah makan itu. Dua lelaki teman dari yang telah tewas terdiam dengan muka pucat pasi dan keringat dingin bercucuran.

Pendekar wanita berjulukan Bidadari Hati Beku itu dengan gerakan anggun menendang sebuah kursi yang melayang dan jatuh tepat dibelakang tubuhnya kemudian dengan santai dia duduk dikursi itu menantikan pesanan makanannya. Tak lama maju kearah dia seorang pemuda belia berusia kisaran 18 atau 19 tahunan.

" Hey wanita keji, biadab sekali main bunuh orang. Seperti Si Dewa Maut saja. Atau jangan-jangan kau adalah si Dewa Maut itu?" Tuding pemuda itu.

"Tahan Sadawira." Seorang lelaki paruh baya menghentikan langkah sang pemuda itu.

Lelaki itu yang nampak berwibawa segera menjura ke arah pendekar wanita berjulukan Bidadari Hati Beku.

"Maafkan kelancangan keponakanku ini nona."

"Hmmmm...." Wanita dingin ini hanya mendengus.

Kemudian datang pemilik rumah makan dan pelayan yang menerima pesanan si wanita itu tadi.

"Nona ini pesanannyaa maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi." Kata pemilik rumah makan dengaan suara bergetar ketakutan.

Bidadari Hati Beku mengambil makanan itu dan membayarnya dengan beberapa keping uang kemudian dengan cepat dia melesat meninggalkan deru angin.

"Mengapa paman menghalangi aku? Wanita itu sangat kejam dia harus dihukum." ujar Sadawira.

"Kita tidak boleh sembarangan ikut campur urusan orang orang lain Sadawira." Sahut seorang wanita.

"Tapi kita tidak boleh membiarkan seseorang main bunuh begitu saja tanpa diminta tanggungjawab, bibi."

"Sudahlah Sadwira benar kata bibimu kita tidak boleh sembarang ikut campur."

Kelihatannya mereka adalah sepasang suami istri pendekar bersama seorang keponakan mereka. Usia pasangaan suami istri itu sekitaran empat puluhan tahun. Sebagian pengunjung rumah makan segera mengenali mereka. Sebab mereka memang merupakan tokoh-tokoh ternama rimba persilatan. Tapi tak urung wajah suami istri itu terlihat tegang dan pucat. Justru Sadawira keponakan mereka yang terlihat tidak puas dengan kejadian tadi.

"Untung saja dia langsung pergi dan tidak menghiraukan Sadawira." ucap wanita itu.

"Iya Savitri aku juga sudah sangat cemas." sahut suaminya.

"Paman dan bibi kok takut dengan wanita jahat itu?" tanya anak muda bernama Sadawira itu.

"Dia itu Bidadari Hati Beku, dia kejam pada orang yang menggangu dia. Tadi dia begitu karena diganggu. Kalau kita tidak salah tidak akan ada masalah dengan dia." sanga bibi bernama Savitri itu memberi penjelasan kepada keponakannya.

"Bibi aku juga sering mendengar namanya. Tapi main bunuh seperti tadi tidak bisa dibiarkan bi." Sadawira tetap tidak puas dengan kejadian tadi.

"Sudah kita lanjunkan saja makan kita yang tertunda tadi." sang Paman menengahi.

Akhirnya mereka kembali ke meja makan melanjutkan menyantap hidangan yang tertunda. Pasangan suami istri itu adalah Danar dan Savitri yang merupakan sepasang pendekar yang cukup tangguh dan dikenal di dunia persilatan. Sedangkan Sadawira anak dari adik Savitri yang telah meninggal dunia.

Pelayan rumah makan terlihat sibuk membersihkan sisa-sisa darah yang berceceran dilantai rumah makan. Sementara diluar rumah makan ramai orang berkerumun melihat dua sososk mayat yang telah terpisah dengan kepala masing akibat kemesuman mereka sendiri. Sampai akhirnya ada orang-orang yang datang mengambil mayat-mayat itu. Mungkin mereka itu kerabat dari kedua mayat itu.. Sementara dua teman dari yang telah tewas oleh bidadari Hati Beku menghilang entah kemana. Mungkin mereka masih dicekam ketakutan yang teramat sangat akibat apa yang telah terjadi.

Saat pasangan Danar dan Savitri beserta keponakannya berlalu meninggalkan rumah makan itu nampak terlihat seseorang pengunjung rumah makan yang memakai caping lebar menarik napas panjang.

"Sayang sekali Bidadari Hati Beku pergi begitu saja. Aku ingin melihat Danar dan Savitri bertarung melawan wanita iblis itu. Aku berharap Danar mampus tapi aku tak ingin Savitri ikut tewas. Kalau saja terjadi pertarungan aku akan ikut melindungi Savitri tapi aku akan mengambil kesempatan mencelakai Danar. Sayang sekali kesempatan ini berlalu."

Lelaki itu kemudian keluar dari rumah makan dan menuju kesebuah pohon yang tidak begitu jauh dari rumah makan untuk mengambil kudanya yang dia ikat di pohon itu. Tak berapa lama dia sudah melaju dengan kudanya menelusuri jalanan kadipaten dengan hati yang kembali dipenuhi dendam kepada Danar. Betapa tidak dia berkelana di dunia persilatan mengejar ilmu agar bisa mengangkat nama menjadi seorang pendekar semata karena ingin menarik hati Savitri yang begitu dia cintai. Tapi wanita itu tetap lebih memilih Danar.

Lelaki bercaping lebar ini adalah Mahesa. Sewaktu masih remaja bersahabat dengan Danar dan Savitri. Mereka waktu itu sama-sama tinggal di padepokan gunung Lawu. Savitri putri pimpinan padepokan gunung Lawu dan Danar adalah murid kesayangan padepokan itu. Sedangkan Mahesa hanya anak dari pembantu di padepokan. Ibunya bertugas memasak dan bersih-bersih di padepokan. Karena savitri gadis yang baik dia mau berteman dengan siapapun termasuk dengan Danar. Hingga membuat Danar jatuh hati dan berani menyatakan rasa sukanya kepada Savitri. Sayangnya Savitri hanya mau berteman dan berkata bahwa yang bisa jadi kekasihnya hanyalah seorang pendekar ternama.

Mahesa tentu kecewa berat dengan penolakan Savitri terutama alasanya yang hanya mau jadi kekasih pendekat hebat. Sedangkan Mahesa hanya anak pembantu dan ibunya yang pembantu di padepokan itu melarangnya ikutan belajar silat karena tidak ingin anaknnya Mahesa bernasib seperti suaminya yang tewas sebagai pendekar dan meninggalkan Istri dan anaknya terlunta-lunta. Sampai akhirnya ibu Mahesa jadi pembantu dipadepokan gunung Lawu.

Kata-kata Savitri yang hanya ingin menjadi kekasih dari seorang pendekar ternama terus terngiang-ngiang dikepala Mahesa hingga dia benar-benar menjadi seorang pendekar. Semua dia raih dengan berdarah-darah. Jatuh bangun berkelana di dunia persilatan. Melewati berbagai penolakan dari berbagi perguruan dan beberapa pendekar yang dia harapkan mau jadi gurunya. Semua demi menarik hari Savitri tapi kenyataannya Savirti malah telah menikah dengan Danar.

Kecewa dan sakit hati ketika pada akhirnya Danar dan Savitri menikah membuat Mahesa menjadi penjahat pemetik bunga. Dia menggunakan kemampuan ilmu yang dia miliki selain untuk bertarung dengan musuh di rimba persilatan juga untuk menaklukan wanita-wanita cantik . Tak peduli apa masih gadis, sudah bersuami atau janda.

Mahesa menaiki kudanya secara perlahan menelusuri jalan utama kadipaten matanya tak luput untuk mencari wanita-wanita ayu yang terlihat di jalan itu. Melihat Savitri beberapa saat lalu dengan kecantikannya yang tak pernah pudar membuat nafsu birahi Mahesa bangkit. Dia harus melampiaskan hasratnya dengan mencari wanita cantik secepatnya.

Tak menunggu lama menemukan seorang gadis cantik di tepi sungai dipinggiran kadipaten. Dengan menjentikan jadi Mahesa melontarkan kerikil kecil kearah gadis itu dan tepat mengenai jalan darah dan seketika gadis itu diam mematung karena tertotok jalan darahnya. Mahesa tersenyum penuh birahi segera membopong gadis itu

Dia tak ingin membuang waktu karna nafsunya sudah bangkit sejak tadi. Dibaringkannya si gadis di rumput dan dia mendekatkan mukanya ke wajah sang gadis dan mulai menciumi wajah cantiknya yang putih dah halus. Tangannya mulai menyelusup ke dada sang gadis dan mulai meremas remas dibalik pakaian yang menutupi dada bulatnya. Ditelanjanginya gadis itu hingga terpampang nyata tubuh indahnya yang putih dan molek. Mahesa dengan rakusnya memjilati dan melumat bibir gadis yang telah tertotok didepannya. Kemudian payudara dan kemaluannya diciumnya dengan buas. Setelah puas, dia melepas pakaiannya sendiri sampai tak tersisa sehelai benaangpun. Terlihat wajah cantik perempuan muda itu mengeluarkan airmata karena tidak berdaya menolak perbuatan mesum orang yang tidak ia kenali. Gadis itu ingin berteriak namun dia tidak tahu kenapa dia tidak bisa melakukan itu.

Dia benar-benar terkejut tiba tiba saja mengalami hal ini. Apalagi saat Mahesa mulai menindih tubuhnya dari atas, kedua tangan nya meremas gemas kedua buah dadanya. Gadis itu benar-benar tak berdaya. Tidak lama lagi Mahesa akan mulai membobol keperawanannya dengan menggoyang goyangkan pinggul nya di selangkangan gadis cantik itu. Sembari menggesek gesekan alat kelamin nya di bibir vagina wanita muda itu pendekar cabul itu tersenyum mesum menatap mata sang gadis.

Bersambung.

BAB 1. di atas
BAB 2. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906702703[1]
BAB 3. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906708639[2]
BAB 4. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906731837[3]
BAB 5. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906734318[4]
BAB 6. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906738173[5]
BAB 7. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906744810[6]
BAB 8. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906779187[7]
BAB 9. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906797331[8]
BAB 10. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906821038[9]
BAB 11. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906872312[10]
BAB. 12. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907056560[11]
BAB. 13. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907076997[12]
BAB. 14. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907113574[13]
BAB. 15. https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907164541[14]

References

  1. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906702703 (www.paha.buzz)
  2. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906708639 (www.paha.buzz)
  3. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906731837 (www.paha.buzz)
  4. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906734318 (www.paha.buzz)
  5. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906738173 (www.paha.buzz)
  6. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906744810 (www.paha.buzz)
  7. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906779187 (www.paha.buzz)
  8. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906797331 (www.paha.buzz)
  9. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906821038 (www.paha.buzz)
  10. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1906872312 (www.paha.buzz)
  11. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907056560 (www.paha.buzz)
  12. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907076997 (www.paha.buzz)
  13. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907113574 (www.paha.buzz)
  14. ^ https://www.paha.buzz/threads/di-atas-langit-masih-ada-langit.1434393/post-1907164541 (www.paha.buzz)

EPISODE 2

DOWNLOAD VIDEO MESUM TERBARU