Terbukanya Wawasan Setelah 15 Tahun Menduda

Kisah 1: Marin dan Amel Ibunda Temannya Dena

Dena memang anak yang supel seperti ayahnya, namun anak saya yang super manis itu memiliki dua sahabat wanita yang sudah saling kenal sejak TK yakni Nissa dan Putri. Ketiganya selalu bersama dan mengenyam sekolah yang sama sampai sekarang. Bahkan ketika sekolah mereka tak memiliki SMA, ketiganya memutuskan utnuk masuk ke SMA yang sama. SMA yang hanya diisi wanita dan sangat populer tersebut.

Persahabatan ketiga anak tersebut membuat saya sang ayah mau tak mau juga bersahabat dengan orang tua mereka. Marin merupakan ibu dari Nissa dan Amel ibu dari Putri. Meski saya pria sendiri, namun suami dari Marin dan Amel sama sekali tak menaruh curiga. Kedua suami mereka menganggap kami sebagai sahabat saja. Terlebih lagi mereka paham situasi saya yang menduda cukup lama.

Jujur kedua mahmud abas (mamah muda ana baru satu) tersebut memang sangat cantik dan menarik perhatian saya. Namun baru Dena meraih SMP lah saya mulai menyadari itu.

Saya sebenarnya lebih tertarik dengan Amel. Badannya prposional dan langsing serta memiliki dada yang sesuai genggaman saya. Tingginya sekitar 168 cm namun saya tak paham bobotnya, kulitnya yang sawo muda membuatnya sangat ingin saya belai. Namun sayang ia sangat setia dengan sang suami dan sama sekali menganggap saya sebagai sahabat tak lebih.

Berbeda dengan Marin, dengan darah China Jawa Belanda membuatnya menjadi sangat cantik bak model. Tingginya lebih dari saya, ia sekitar 175 sementara saya hanya 170. Tubuhnya cukup proposional dengan dada yang seukuran 36b. Sedikit kontras dengan tinggi dan badannya yang tak terbilang berisi.

Namun bak cinta bertepuk sebelah tangan, Marin lah yang rupanya senang dengan saya. Ia beberapa kali memang menggoda saya terutama masalah seksual. Sebagai catatan, kami bertiga memang sangat terbuka soal seks. Mungkin mereka menganggap saya sebagai gay. Padahal tidak sama sekali. Marin selalu menggoda saya karena saya sudah lama tak mengeluarkan cairan pria.

“Di, lo nggak pernah gitu pengen? Udah berapa tahun lu gak main kan?” goda Marin di grup BBM. ketika itu Dena baru masuk SMP kelas 7.

“Wah miring luh, ngapain sih bahas-bahas ginian? Gua pengen kan jadi repot,” jawab saya berharap Marin menghentikan obrolan. Namun sayang, harapan tersebut pupus karena Amel justru menimpali.

“Lu ajarin lah Rin, lo kan katanya gak pernah puas sama Rei (suami Marin). Siapa tau Aldi(sapaan saya dari Amel) udah lupa,” tambah Amel sambil cekikikan. Saya mengakhiri obrolan malam itu dengan tanpa pamit haha

{Skip Skip}

Suatu saat Dena, Nissa dan Putri ada acara perkemahan. SMP Dena ketika itu masih mengadakan Pramuka. Saya seperti layaknya seorang ayah mengantarkan Dena ke sekolah, di sana saya melihat Marin dan suaminya. Kami bertiga mengobrol sangat akrab dan cekikikan.

Sesekali saya melirik ke arah dada Marin, dengan kaos hitam berbelahan rendah, Marin seolah sengaja menyilangkan tangannya di dada yang membuat payudaranya seolah menengok keluar dan ingin menyapa saya. Karena sudah lama tak merasakan belaian wanita, sepertinya gelagat saya terbaca oleh Marin. Ia hanya senyum-senyum saja.

Tak lama kemudian Rei mendapat telepon bahwa dirinya harus segera ke luar kota karena sang ibu sedang sakit. Ini membuat keduanya sempat mengacuhkan saya. Tetapi akhirnya mereka selesai berunding dan membuat Marin stay di Jakarta karena harus menjemput Nissa hari Minggu. Rei akhirnya pergi dahulu membawa mobil untuk bersiap-siap ke bandara.

“Anterin gua balik ya ganteng,” ujar Marin ke saya bahkan ketika suaminya belum jauh melangkah. Saya tak sadar bahwa ini adalah rencana Marin untuk stay di Jakarta. Meski begitu, sebenarnya saya sudah biasa mengantar Marin pulang.

Di jalan kami mengobrol biasa namun saya tak bisa melepaskan kesempatan mencuri pandah ke belahan dada Marin. Namun seperti yang saya katakan tadi, saya terlalu lugu untuk kembali mengendalikan wanita sehingga perilaku saya dengan mudah terbaca Marin.

“Di..Di...Gua kenal lu udah sembilan tahun baru kali ini gua liat lu kaya gini. Perlu gua buka?” ujar Marin menggoda dan saya hanya terbata-bata menjawab pertanyaan tersebut. Dengan nekat Marin membuka kausnya yang membuatnya topless di dalam mobil saya, di tol. Sungguh ini membuat saya merinding.

“Wah gila lu Rin, pake lah! Entar kalo diliat orang gimana? Dikira macem-macem kan berabe!” ujar saya sedikit panik karena saya memang panik.

“Make? Lo mau make gua? Ayo aja sih!hahaha santai aja kali Di,” tambah Marin santai. Saya memang maklum karena menurut pengakuannya, Marin dan Rei memang maniak seks. Tetapi Rei tak mampu memuaskan Marin.

Marin akhirnya baru mengenakan baju ketika memasuki kompleks. Kompleks di kawasan Bintaro memang mewajibkan buka kaca. Sesampainya di rumah Marin meminta saya untuk tinggal sejenak dan akhirnya saya menyetujui.

Kami akhirnya ngobrol di teras belakang yang terdapat kolam renang. Setelah sang pembantu menghantarkan minuman, Marin memastikan bahwa sang suami sudah ke bandara kepada si pembantu. Ia lalu memerintahkan pembantu untuk stay di kamar.

“Di lo lagi banyak kerjaan ya? Keliatannya kaku gitu belakangan? Rileks aja lagi, malem minggu Dena juga lagi have fun di sekolah. Lepasin aja ah,” ujar Marin menggoda sambil menyenderkan kepalanya di dada saya. Suatu hal yang sering terjadi di antara kami bertiga namun sebagai sahabat.

Saya kemudian langsung menceritakan keluh kesah saya di kantor seperti biasanya kepada Marin. Entah mengapa saya sangat emosional dan seakan semua kemarahan di kantor akhirnya terlepas. Mendadak Marin bangkit dari bahu saya masih dengan keadaan duduk di sofa, ia menghadap saya dan masih terus mendengarkan cerita.

Tetapi mendadak ia mengecup bibir saya dengan manis. Ia lalu melepaskan kecupan singkatnya bahkan saya tak sempat membalasnya. Dengan gerakan manis ia mengarahkan bibirnya ke telinga saya dan membisikan. “udah ah marahnya, lupain aja ya?”

Kontan saya langsung mengangguk pelan tanda setuju. Ia kembali menaruh wajahnya di depan saya, tak lama berselang kami saling berpagutan. Bibirnya yang tipis seolah mengajari saya berciuman kembali. Sayapun seolah teringat kembali caranya berciuman. Dengan nabsu menggebu saya melahap bibirnya, lidah kami berpagutan, lenguhan tecipta dan menimbulkan nada birahi di halaman belakang.

Saya kemudian melucuti kausnya yang secara langsung memperlihatkan saya kepada dadanya yang besar menurut saya. Ia pun tak kalah dan langsung melepas polo saya. Kami terus melanjutkan ciuman namun saya masih canggung untuk menyambi menggarap dadanya. Dengan tak melepas pagutan, Marin berusaha meraih tangan saya ke dadanya. Di sana saya sudah mulai berani meremas dada kiri dan kanannya.

Dada yang sudah lama saya idam-idamkan, kekenyalannya sangat pas untuk diremas serta puting kecoklatannya membuat saya teralih. Saya melepaskan pagutan dan mengarahkan bibir saya ke puting kiri.

Marin melenguh hebat dan membuat saya sadar bahwa puting adalah salah satu daerah mematikan baginya. Dada kiri saya habisi giliran dada kanan. Lenguhan marin semakin keras dan tak terkendali. Saya tak peduli karena untuk pertama kalinya selama 15 tahun saya merasakan nikmatnya payudara wanita.

Sambil terus berpagutan saya meraba-raba celana pendek yang ia kenakan. Saya beberapa kali menyelinapkan jari saya namun karena hebohnya ciuman membuat saya tak berbuat banyak. Akhirnya Marin naik ke pangkuan saya dan membuat tangan saya kini memiliki kesempatan untuk membuka resletingnya.

Namun mendadak Marin berdiri dan melangkah mundur. Itu membuat saya sedikit kesal dan tak bisa apa-apa. Perlahan Marin berjalan mundur dengan tetap menatap saya. Dengan tawa manisnya melihat saya kesal, Marin membuka celana yang rupannya menjadi benteng terakhirnya. Ia kemudian juga membuka ikatan rambutnya dan membiarkannya tergerai sampai ke bahu.

Setelah benar-benar telanjang, Marin melebarkan tangannya dan menjatuhkan diri ke kolam renang. Rupanya ia memancing saya untuk bercinta di dalam air,pikir saya saat itu. Tanpa pikir panjang saya langsung menyusul ke kolam. Tentu setelah melepaskan segalanya.

Di dalam kolam kami kembali berpagutan dengan ganas. Saya langsung meraba payudaranya kembali. Entah mengapa saya penasaran dengan vaginanya tetapi payudaranya selalu mampu memanggil saya untuk meremas.

Asik-asiknya berpagutan, Marin kembali mengambil inisiatif, ia meraba batang saya yang sudah sedari tadi menguat dan mengeras.

“Ini nih yang kamu bilang 20 cm? Ternyata bener ya?” ujar Marin yang memang pernah menanyakan ukuran saya di grup BBM.

Dengan sigap Marin langsung menarik saya kedaerah dangkal yang terdapat tangga untuk rebahan di dalam kolam. Di sana kami terus berpagutan sambil Marin rebahan di bawah sementara saya di atas, hanya sbagian badan Marin yang terendam air.

Genggaman Marin sangat kuat bahkan cenderung meremas. Saya kemudian baru ingat bahwa vaginyanya kini sedang dalam lowongan untuk dijamah. Saya kemudian memutuskan untuk mengutus jari telunjuk danjari tengah saya untuk meraba vagina Marin yang bersih tanpa bulu. Saya usap-usap gundukan menawan tersebut dan membuat Marin sedikit terhenti dalam mencium saya.

Tugasnya untuk memagut bibir saya berakhir sudah ketika saya memutuskan untuk memerintahkan jari telunjuk lebih dalam mempelajari medan pertempuran. Hebatnya, agen saya tersebut langsung menemukan klitoris yang menjadi kunci kemenangan perang saya malam itu.

Tak habis-habis saya gesekan jari saya ke klitoris tersebut dan membuat Marin sedikit berteriak merasakan kenikmatan dari sahabatnya. Sekita 10 menit saya melakukan fingering dan akhirnya ia memeluk saya dengan erat tanda orgasme pertama.

Setelah dua menit istirahat, Marin mengarahkan penis saya ke vaginanya. Rupanya ia penasaran dengan milik saya.

“Okeh, buktiin ke aku kalau penis kamu lebih jago dari jali telunjuk kamu yang kecil itu,” tantang Marin,

Spontan saya yang terpancing langsung memasukan penis saya ke dalam vagina saya. Marin terhentak tanda dirinya cukup terkejut. Anehnya saya saat itu juga terkejut. Dengan pengalaman dan fantasy liar yang ia ceritakan, entah mengapa vagina Marin terasa seperti perawan. Sangat rapet.

“Tahan-tahan Di, suami gua ga segede ini. Bentar. Pas gua tahan napas, baru lu masukin. Tapi pelan!” perintah Marin yang sekaligus menjawab pertanyaan ku.

Sesuai arahan saya masukan secara perlahan sesuai kode dari Marin. Namun baru setengah jalan Marin mengeluh. “Gila ini belum semua?!”

Saya langsung memagut Marin dan menghenti penetrasi sementara. Ketika Marin sudah mulai melupakan penis saya di vaginanya karena nabsu berpagut, saya pun kembali menyodok. Namun kali ini dengan keras dan membuat penis saya masuk semua.

“Fuucckkkk!!!” teriak Marin keras sekali sambil mencakar punggung saya.

Saya kembali menciumi bibir manis Marin. Saya yakin cara ini akan kembali mehilangkan rasa sakitnya. Awalnya Marin terengah-engah dan tak meladeni ciuman saya. Namun perlahan ia mulai merespon dan tak sadar saya mulai melakukan goyangan.

“Gila gua ngerasa penuh banget di, gua takut gerak. Parah. Lo goyang dikit aja gua udah ngilu. Sakit tapi nagih,”

Sekitar 20 menit saya di atas dan menggenjot Marin dengan tempo sedang. Namun itu sudah cukup untuk membuatnya klimaks. Lagi-lagi kukunya berkenalan dengan punggung saya.

“Di gua udah gak kuat...hari ini gua capek banget dan kayaknya gua gak bisa ngeladenin perjaka kaya lu. Gua masih bisa seronde lagi tapi lo bebas deh gua pasrah,” ujar Marin terengah-engah.

Saya langsung memintanya untuk menungging. Kali ini saya minta ia kembali sedikit memasuki kolam. Saya lalu melakukan doggy style. Parahnya posisi ini membuat penis saya seolah semakin masuk dan merasakan pijatan indah dari vagina Marin.

Mendapat lampu hijau saya mulai melupakan Marin dan kalap. Saya memacu dengan cepat dan tak menghiraukan teriakan Marin. Namun tak lama Doggy style, Marin kembali orgasme untuk ketiga kalinya.

Mengetahui Marin Orgasme saya pasrah. Saya yakin ronde saya sudah berakhir tanpa klimaks. Namun mendadak Marin bangun kembali dan menatap saya.

“Gila luh! Tiduran!” bentak Marin, ia lalu menatap saya dengan mata membunuh. Ia berjongkok di depan muka saya, saya langsung mengoral Marin. Saya heran, kemana Marin yang tadi terengah-engah menyerah?

Namun tak lama saya mengoral, ia lalu mengarahkan vaginanya ke arah penis saya. Dengan ragu-ragu dan memprediksi kesuksesan, Marin berusaha untuk memasukan penis saya ke dalam lubang kenikmatannya.

Perlahan Marin memasukan penis saya dengan sempurna. Ia juga mulai bergoyang maju mundur dan naik turun. Saya hanya bisa diam melihat payudaranya yang memantul-mantul. Namun karena saya sudah tahu Marin agak kelelahan, saya membantu menaik-turunkan pinggul saya.

Kami pun terus meningkatkan tempo dan akhirnya saya sudah bisa merasakan ingin menghabisi semuanya dan mengeluarkan sperma.

“Rin, gua mau keluar”

“Di dalem aja. Aman tapi bareng ya, gua mau lagi nih.”

Kami kemudian kembali terdiam karena berkonsentrasi untuk meningkatkan tempo. Sampai akhirnya:

“Ah kerasin di, bentar lagi!!! Ahhhhhhhhhhhhhhhhh Fuck anjing enak banget!” lenguh Marin.

“Ahhhh ” lenguh saya pelan karena saya tak bisa menghentikan keluarnya sperma yang sudah lama terpendam. Bahkan saya seolah kaget sendiri dengan tak hentinya sperma yang keluar.

Kami kemudian kembali berciuman namun kini dengan mesra. Saya kemudian memeluknya masih di tangga kolam renang yang datar.

Namun mendadak kami panik karena ruang tengah tiba-tiba menyala. Memang posisi kami terhalang perabotan di teras, namun kami dapat melihat apa yang terjadi di ruang tengah dengan jelas.

Marno sang supir yang baru saja mengantarkan suaminya terlihat menatap pintu kaca teras dan melangkah ke teras belakang. Kami berencana untuk bersembunyi di dalam kolam. Namun mendadak sosok pembantu wanitanya menghalanig Marno.

“Eh eh eh! Mau ngapain! Sana balik udah malem!” tegur pembantu wanita Marin.

“Enggak, itu kok pintu belakang masih kebuka. Iki ya aku mung mulihke kunci kok. Kowe ki yen arep turu dicek lawange!” ujar Marno yang kemudian pulang.

pembatu Marin yang melihat Marno pulang langsung mematikan kembali lampu tengah dan kembali ke kamarnya.

Saya dan Marin hanya bisa tertawa. Kami terus menghabiskan waktu sampai tengah malam sambil terus berpelukan dengan telanjang. Kami saling mengelus namun tanpa tindakan lebih. Malam itu saya pulang dengan bahagia.

NB: Buat agan yang ingin bayangin Marin kaya apa, doi mirip Marlene nya Niki Lauda di Film Rush. Sepintas ya gan. mengingat Marin ada Bulenya. Nah entah kebetulan atau apa, di Film Rush itu Marlene sama Niki Lauda emang sempat berenang topless gan.

Tapi saran saya, pertahankan imajinasi suhu-suhu. Imajinasi kita adalah satu-satunya perisai untuk bertahan di sini hehe.

Ditunggu kritik dan saran Hu, kalau saya melanggara aturan mohon diinformasikan... Saya Newbie betul.

EPISODE 2

DOWNLOAD VIDEO MESUM TERBARU