Oke, langsung aja disimak, Agan-agan sekalian. Silahkan berkomentar yang seporno-pornonya.
_____________________________________________________________________________________________
Part 1
Jam kantor berakhir. Steffi merasa saatnya telah tiba. Diam-diam dia merasa gemetar. Hari ini dia akan mengalami suatu hal yang belum pernah dirasakan olehnya. Walau begitu, hatinya merasa semangat dan sambil memikirkan rencananya, Steffi merasakan celana dalamnya basah oleh cairan memeknya.
Sengaja Steffi menyuruh pacarnya agar tidak menjemputnya. Hari ini dia ingin naik becak. Begitu sampai di gerbang, dilihatnya tukang becak itu. Selama bertahun-tahun sejak dia kerja disini, setiap kali pulang tukang becak itu pasti mengamatinya dengan pandangan seakan-akan ingin menelannya.
Steffi tahu kenapa tukang becak itu bersikap demikian. Dengan selalu berbusana ketat yang menonjolkan kedua buah dadanya dan rok ketat yang menonjolkan kebulatan pantatnya, kulit yang putih mulus dan wajah yang cantik, lelaki mana yang tidak tertarik?
Demikianlah, setiap kali Steffi melangkah keluar, mata para tukang becak atau supir angkot yang sedang menunggui para karyawan pulang kerja selalu mengamati keindahan tubuhnya. Walau begitu, perhatian Steffi hanya tertuju pada tukang becak yang satu itu. Bukan karena tukang becak itu lebih tampan atau menarik daripada lainnya, tapi karena Steffi merasa tukang becak itulah yang paling terang-terangan menunjukkan hasrat seksualnya terhadap Steffi.
Tanpa ragu lagi, Steffi segera menuju ke tukang becak tersebut, sebelum keduluan orang lain. Begitu sampai di becak, tukang becak itu menyapanya,”Becak, Dek?”
“Iya, Bang,”kata Steffi sambil menaiki becak.
Saat menaiki becak, Steffi dengan sengaja mengangkat kakinya agak lebar dan tinggi, sehingga rok kerjanya terkuak, memperlihatkan belahan paha dan kemaluannya yang terbalut celana dalam merah. Tukang becak itu tertegun menyaksikan pemandangan itu, dan walaupun cuma sekejap, cukuplah sudah membuatnya berpikiran ngeres.
Diatas becak, Steffi duduk disebelah kiri dengan posisi tubuhnya menyamping menghadap ke tukang becak. Kedua pahanya disengajanya agak mengangkang, membuka celah untuk diintip. Lagi-lagi si tukang becak tertegun dan beberapa saat lamanya dia kehilangan kata-kata. Pikirannya bertambah ngeres sekarang. Entah mimpi apa dia semalam, hari ini dia bisa menikmati pemandangan dari Steffi.
“Ayo, Bang. Berangkat kita?” pinta Steffi.
“Oh iya,” tersentak si tukang becak dari lamunan pornonya.
Segera dia menghidupkan mesin dan lalu bergeraklah becak itu.
Sesampainya di simpang jalan, barulah si tukang becak tersadar, dia belum tahu tujuan Steffi.
“Dek, kemana kita? Kok gak kasih tahu, langsung naik aja?” katanya sedikit bingung.
“Tembung Pasar 3, Bang. Nanti lewat jembatan kira-kira satu kilometer, belok kiri, nanti aku kasih tahu Abang lagi tempat tujuan,” jawab Steffi dengan suara manis.
“Adek nggak dijemput hari ini?” tanya si tukang becak.
Berarti dia perhatian sekali sama nona amoy satu ini. Begitu banyak karyawan wanita saat pulang kerja, dia hafal yang satu ini.
“Nggak, bang, aku ada urusan, jadi nggak langsung pulang. Ada barang yang mau kukasih sama orang. Jadi berapa bang?” tanya Steffi.
Si tukang becak tertawa.
“Buat Adek berapa aja deh. Yang penting Adek senang. Abang juga udah senang kok bisa nganterin Adek,” katanya sambil melirik ke selangkangan Steffi.
“Bang, lebih baik abang perhatikan jalan deh. Kalo ngintip terus bisa bahaya loh,” Steffi pura-pura menegur padahal hatinya senang selangkangannya diintip.
“Maaf, Dek,” kata si tukang becak. “Abis roknya pendek banget sih. Namanya juga laki-laki.”
“Iyalah, Bang. Aku ngerti kok. Tapi lebih baik perhatikan jalan aja ya.”
Si tukang becak menjawab pendek,”Iya, Dek.”
Lalu suasana jadi membisu. Mungkin si tukang becak merasa salah tingkah pada Steffi. Steffi merasa suasana ini bisa-bisa merusak rencananya. Maka dia mencoba mencairkan suasana.
“Abang udah umur berapa?” tanya Steffi memulai pembicaraan lagi.
“Lima puluh dua,” jawab si tukang becak, yang merasa heran kok Steffi pake nanya-nanya umur segala.
“Anak udah berapa, Bang?” tanya Steffi lagi.
“Anak abang ada dua, Dek. Yang paling besar kurasa seumuran sama Adek. Udah kerja dia di Tanjung Morawa. Yang kecil masih SMA” jawab si tukang becak lagi.
Merasa bahwa Steffi ternyata nggak marah karena intipan tadi, si tukang becak memberanikan untuk balik bertanya.
“Adek umur berapa? Udah menikah belum?” tanyanya.
“Dua puluh empat, Bang. Sekarang masih pacaran,” jawab Steffi.
“Oh, sama cowok yang biasa jemput Adek itu ya?”
“Iya, Bang.”
“Beruntung kali dia ya, Dek.”
“Kenapa, Bang?”
“Iyalah. Bisa dapat cewek cantik seperti Adek.”
“Abang bisa aja. Kurasa aku biasa-biasa aja kok, Bang.”
“Aduh, Adek cantik kayak bidadari kok dibilang biasa.”
“Iya, Bang. Abis bodiku kan nggak gitu tinggi. Kalo cantik ya kayak peragawati gitu lho. Tinggi, langsing.”
“Nggak kok, Dek. Serius Adek cantik banget. Bodi Adek juga bagus banget.”
Nah, pucuk dicinta ulam tiba. Akhirnya percakapan mulai menyinggung tubuhnya. Inilah yang diharapkan Steffi.
“Masak sih bodiku bagus, Bang?”
“Iya, Dek. Bagus banget.”
“Bagusnya dimana, Bang?”
Si tukang becak terdiam, segan dia menjawab.
Steffi merasa pancingannya sudah mengena. Sekarang tinggal meningkatkan daya pancingannya.
“Apa karena buah dadaku yang besar atau pantatku yang bulet, Bang?” Steffi menembak langsung.
Mendengar itu, darah si tukang becak langsung berdesir. Pikirannya semakin ngeres. Dalam hatinya mulai timbul tekad “Aku harus ngentot dengan cewek ini”.
“Iya, Dek. Buah dada Adek mantap banget. Pantat Adek juga, aduhai banget," si tukang becak mulai lancang. "Abang pikir-pikir, apa tahan pacar Adek tiap hari ketemu Adek?”
“Maksud abang tahan apanya?”
“Maksud Abang, tahan gak gituan sama Adek.”
“Gituan apanya, Bang?” Steffi pura-pura gak ngerti.
“Gituan lho, Dek. Masak Adek gak tahu.”
“Benar gak tahu, Bang.”
“Aduh, Adek udah umur 24 masak gak ngerti?”
Si tukang becak terus termakan umpan Steffi. Hatinya semakin senang.
“Kurang ngerti, Bang. Maksud abang, ngentot ya?” meluncurlah kata-kata itu dari bibir indah Steffi.
Si tukang becak makin gak karuan. Kontol di celananya udah memberontak. Dia sudah melupakan soal logika, kenapa cewek penumpangnya berani terang-terangan ngomongin soal seks. Yang penting baginya, ada gayung bersambut dari si cewek.
“Iya, Dek. Ngentot. Masak Adek gak pernah?” si tukang becak memberanikan diri bertanya.
“Kalo menurut abang gimana?”
“Seharusnya sih udah, Dek. Karena itu tadi, mana mungkin pacar Adek bisa tahan melihat bodi Adek yang sexy tiap hari.”
“Abang juga lihat aku tiap hari. Berarti abang pengen ngentot sama aku juga dong,” tembak Steffi langsung pada sasaran.
Si tukang becak tak menjawab lagi. Saat itu becak udah mulai memasuki kawasan Tembung dan dia mengambil jalan yang tak sesuai arah tujuan. Kini kebun sawit mulai terlihat di depan sana.
Pikiran si abang udah tertuju pada satu hal: hari ini, sekarang ini, dia harus ngentotin cewek amoy ini.
Maka meluncurlah becaknya ke dalam area perkebunan. Steffi makin senang. Berhasil sudah rencananya. Walau begitu dia diam saja, sampai saat semakin jauh kedalam area perkebunan dan jalanan makin sepi, barulah Steffi buka suara.
“Bang, ini mau kemana? Kok masuk ke kebun sawit?”
Si tukang becak masih diam dan terus melajukan becaknya.
“Waduh, Bang. Aku kan gak minta diantar kesini,” Steffi pura-pura merajuk, tapi itupun didiamin si tukang becak. Tujuannya hanya satu, cari tempat sepi, dan memperkosa cewek ini. Kapan lagi bisa ngentot dengan cewek amoy cantik dan bertubuh indah seperti ini.
Akhirnya berhentilah becak itu di area yang benar-benar sepi.
“Bang, kok berhenti? Mau ngapain disini?” tanya Steffi, tapi tak ada nada ketakutan dalam suaranya. Steffi tahu, sebentar lagi si tukang becak akan memperkosanya.
Dilihatnya si tukang becak mengeluarkan obeng lalu menghampiri dia dan si tukang becak berkata sambil mengacungkan obeng tersebut,”Sekarang Adek ikuti kata-kata Abang dan Abang jamin Adek akan selamat pulang kerumah.”
Steffi malah tersenyum mendengar itu. Sebentar lagi, memekku akan ditembus kontol tukang becak ini. Hatinya merasa girang.
Si tukang becak terkejut melihat Steffi yang ternyata nggak ketakutan sama sekali.
Steffi mulai memasang aksi.
“Bang, nggak usah kasar begitu. Aku nggak suka kasar-kasar. Kalau abang mau, aku kasih kok. Abang maunya ini, kan?” kata Steffi dengan suara manja sambil membuka selangkangannya lebar-lebar.
Maka terpampanglah pemandangan indah celana dalam merah Steffi yang sudah membasah di bagian memeknya.
Si tukang becak melongo dan menelan ludah. Ini benar-benar diluar dugaan. Ternyata cewek amoy ini mau memberinya sesuatu yang sudah dia idam-idamkan selama ini. Walau begitu, tak serta merta dia percaya.
“Apa benar Adek mau kasih?” selidiknya sambil matanya terus memperhatikan kedua paha putih mulus Steffi dan bagian memek Steffi.
“Bang, tadi kan udah kubilang ada yang mau kukasih buat seseorang. Yang mau kukasih ya memekku ini, dan aku mau kasih ke abang,” kata Steffi sambil melangkah keluar dari becak. Ditangannya telah siap kertas koran yang sengaja dibawanya dari kantor.
Si tukang becak menelan ludah, masih sulit mempercayai ada cewek amoy secantik bidadari dengan tubuh bahenol yang mau menyerahkan diri kepadanya sore ini.
“Udah lama aku pengen ngentot di alam terbuka, Bang. Pacarku gak berani, makanya aku putuskan nyoba aja sama abang. Ternyata dugaanku benar, abang pengen ngentot sama aku. Ini kertas koran, Bang, buat alas kita. Kesana kita yuk, agak rindang,” kata Steffi sambil melangkah ke bawah satu pohon sawit tanpa memperdulikan si tukang becak yang masih melongo dengan tangan masih mengacungkan obeng. Langkahnya melenggak lenggok sehingga makin mengeraskan kontol si tukang becak.
Sesampainya di bawah pohon sawit, Steffi menggelar kertas-kertas koran tersebut sambil pantatnya menungging supaya si tukang becak bisa menikmati pemandangan indah pantatnya dan tentu saja untuk semakin membangkitkan gairah si tukang becak. Si tukang becak sekarang udah 70% yakin Steffi memang mau ngentot dengannya, maka diikutinya dari belakang.
Sesudah koran selesai digelar, si tukang becak langsung memeluk Steffi. Tak tahan lagi dia, tapi Steffi buru-buru menegurnya,”Bang, udah kubilang, aku nggak suka kasar-kasar. Biar nikmat kita berdua, mainnya juga musti perlahan-lahan.”
Sambil masih memeluk tubuh Steffi, si tukang becak tersenyum dan lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Steffi. Nafasnya agak bau, tapi bagi Steffi itu justru menambah gairahnya. Tempo-tempo hari si tukang becak hanya bisa mengamati Steffi dari kejauhan, siapa sangka sekarang wajahnya dan wajah cewek amoy ini cuma berjarak beberapa puluh sentimeter.
Perlahan si tukang becak mencium pipi Steffi. Ah..rasanya seperti sorga. Lalu diciumnya bibir Steffi. Sekedar mencoba, apakah Steffi memang sungguh-sungguh dengan kata-katanya tadi. Dan Steffi sama sekali tidak memberontak dicium pipi dan bibirnya. Hati si tukang becak girang bukan main sekarang. Ternyata cewek amoy ini benar-benar pengen ngentot dengannya.
Ciuman sekali di bibir Steffi, dua kali, dan kali ketiga Steffi langsung membalas ciuman itu. Maka berciumanlah kedua bibir yang sungguh kontras, satu hitam kasar, satu lagi merah lembut merekah. Lidah Steffi dan si tukang becak saling berpagutan dengan penuh gairah. Kini si tukang becak tak punya keraguan lagi.
Tangan si tukang becak mulai menggerayangi buah dada Steffi. Sambil terus berciuman, tangannya meremas-remas buah dada Steffi. Kemudian, dibukanya kancing baju Steffi dan disusupkannya tangannya yang kasar kedalam baju dan mulai mengelus-ngelus buah dada Steffi.
Steffi tak mau kalah, tangannya mulai menggosok-gosok kontol si tukang becak dari luar celananya sehingga si tukang becak semakin terangsang.
Setelah beberapa saat beradegan begitu si tukang becak mulai melucuti kancing baju Steffi, tapi dicegah Steffi.
Sambil tersenyum nakal, Steffi memberi isyarat agar si tukang becak memberinya kesempatan memainkan peran aktif.
Bersambung ke Part 2