Part 1: Couple Goals
Jika ada kampus negeri yang populer dengan sebutan Kampus Biru, maka Universitas Jaya Abadi atau UJA sering disebut Universitas Ungu karena warna itu yang menghiasi logo dan juga tercermin dari jaket almamaternya.
UJA adalah kampus yang cukup populer di kalangan masyarakat, apalagi terletak di kawasan strategis di wilayah yang memang bertebaran kampus swasta di salah satu sudut kota. Kampusnya cukup besar dengan tiga fakultas - Ilmu Komputer, Sosial Politik (SosPol), dan Ekonomi Bisnis. Popularitas UJA terbentuk karena berulang kali mencetak bibit-bibit unggul dan berkembang pesat secara kualitas.
Kompleks kampus UJA tersusun dari barisan blok beberapa gedung bertingkat yang masing-masing memiliki lahan parkir tersendiri dengan gedung utama terdepan adalah gedung rektorat, administrasi, marketing, ruang sidang, dan ruang audience yang biasa digunakan untuk seminar atau rapat jajaran. Jika dibutuhkan tempat yang lebih luas untuk keperluan pengenalan kampus bagi mahasiswa baru, maka UJA memiliki gedung pertemuannya sendiri - yang pada saat-saat tertentu juga disewakan untuk acara pernikahan.
Sebuah mobil BMW hitam baru saja berhenti di lahan parkir kendaraan di Gedung 2 Universitas Jaya Abadi. Dari dalam kendaraan mewah itu, turun pasangan kekasih yang sering dijadikan acuan apabila seseorang ingin menunjukkan hubungan percintaan yang ideal di kampus swasta tersebut. Ya, bisa lah disebut couple goals.
Safira Maharani adalah kembang paling populer di kampus UJA. Mahasiswi jurusan Komunikasi tersebut merupakan anak dari pengusaha kaya asal Pulau Borneo. Ia sengaja menempuh pendidikan di Universitas Jaya Abadi demi meraih mimpinya untuk menjadi praktisi hubungan masyarakat (PR) ternama, karena kampus tersebut memang dikenal memiliki program studi yang berhasil mencetak sosok-sosok populer di tanah air.
Hari ini, Safira mengenakan kemeja lengan panjang berwarna pink dibalut jilbab modis yang berwarna senada. Ia pun mengenakan rok panjang berwarna putih untuk menutupi kakinya yang panjang dan jenjang. Untuk ukuran perempuan di usia 21 tahun, Safira memang lebih tinggi dibanding teman-teman sebayanya. Di bahu sebelah kanannya, tergantung tas tangan berwarna coklat yang merupakan keluaran brand ternama asal Prancis.
Meski mengenakan pakaian yang cenderung tertutup, tetapi kemolekan tubuh dara berkulit putih tersebut tetap saja terlihat karena payudaranya yang besar cenderung membuat kemejanya membusung, serta bokongnya yang montok pun tidak bisa disembunyikan oleh rok longgar yang sehari-hari ia kenakan. Jika bersama dengan kekasihnya dia disebut couple goals, maka tubuh indahnya bisa dikatakan sudah memenuhi persyaratan sebagai body goals. Bidadari dengan keindahan yang mendekati nilai sepuluh, sangat indah dari ujung kepala ke ujung kaki.
Perempuan cantik itu kini tengah bergandengan tangan dengan Arga Hartanto, pria tampan yang juga berasal dari keluarga berada. Mobil BMW keluaran terbaru yang ia kendarai adalah hadiah dari orang tuanya saat Arga resmi masuk kuliah di Universitas Jaya Abadi.
Bila Safira merupakan sosok perempuan sempurna, maka Arga adalah wujud lelaki idaman. Wajahnya sangat tampan dengan kulit putih, mirip dengan kebanyakan penyanyi asal Korea Selatan yang menjadi idola para perempuan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Badannya pun begitu berotot karena rutinnya ia berolahraga untuk menjaga kebugaran. Hal itu makin terlihat karena ia sering hanya mengenakan baju basket tanpa lengan yang menunjukkan otot lengannya yang begitu berisi, seperti yang ia pakai hari ini misalnya - baju kuning emas dengan garis ungu yang mewakili warna Los Angeles Lakers bernomor punggung enam, milik sang legenda hidup LeBron James.
“Kamu mau langsung ke kelas? Atau mau ke tempat lain dulu?” Tanya Arga saat keduanya telah sampai di gerbang utama Gedung 2, tempat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik berada.
Safira melirik ke arah Apple Watch keluaran terbaru yang ia kenakan. Baru jam segini, masih terlalu dini baginya kalau langsung jalan ke kelas. “Kayaknya mending ke kantin dulu aja deh, Sayang. Baru jam segini. Paling Amira sama Naura juga masih nongkrong di sana,” ujar sang bidadari rupawan tersebut.
“Oke, aku antar yuk,” ujar Arga.
“Ihh, baik banget sih pacarku. Jadi makin sayang,” ucap Safira manja, sambil mengecup lembut pipi sang pacar.
“Duh, cium-cium. Nanti dilihat orang bagaimana?”
“Jadi gak mau neh? Ya udah besok-besok gak usah aku cium lagi,” ujar Safira sambil memasang raut wajah pura-pura ngambek.
“Bukan begitu maksudnya, hee. Gak jadi deh, mulai sekarang kamu bebas mau cium aku di mana saja, dan kapan saja,” ujar Arga sambil memeluk tubuh pacarnya yang seksi. Pria tersebut tidak mengenakan apa-apa lagi di balik kaos basketnya, sehingga payudara Safira yang menonjol pun bisa langsung terasa di dadanya.
Safira pun tersenyum dengan interaksi yang penuh dengan kemesraan tersebut. Menjalani hubungan dengan Arga rasanya seperti jalan tol yang bebas hambatan. Mereka tidak pernah sama sekali bertengkar, dan selalu saling memberi perhatian tanpa pamrih. Saling mengerti dan saling memahami satu sama lain.
Hal itu bahkan membuat perempuan tersebut sempat bertanya dalam hati, apakah hubungan seperti ini normal dan wajar? Apabila suatu saat nanti ada tantangan besar dalam hubungan mereka, apakah hubungan ini bisa bertahan? Apakah ia bisa bertahan?
Namun Safira merupakan tipe perempuan yang tidak terlalu mau ambil pusing, apalagi menerima mentah-mentah ocehan para netizen di Twitter yang sering membagikan tips relationship atau pernikahan, padahal mereka sendiri belum pernah menjalaninya. Karena itu, ia pun menyerahkan semuanya pada Tuhan Yang Maha Esa, ke mana takdir mau mengarahkan Safira dan hubungan dengan Arga ini.
Kantin yang disebutkan Safira berada di bagian belakang lantai dasar Gedung 2. Di sana ada sekitar selusin outlet makanan dan minuman yang membentuk huruf ‘U’ besar, dengan bangku dan meja berderet di tengahnya.
Dan benar saja perkiraan Safira, di salah satu meja kantin tersebut sudah ada dua teman sekelasnya Amira Ramadhani dan Naura Salsabila. Keduanya sedang mengobrol sambil menikmati sepiring dimsum bersama-sama.
“Halo, besties…” ujar Safira dengan gaya bercanda setengah genit saat ia dan Arga telah sampai di meja yang ditempati rekan-rekannya. Perempuan berjilbab tersebut pun langsung duduk di samping Amira.
“Heiiiiiii… Raja dan ratu kampus sudah datang neh,” Teriak Naura dengan suara melengking, membuat para mahasiswa yang sudah berada di kantin untuk mengikuti sesi kelas pagi langsung menoleh ke arah mereka.
Sementara Amira tampak lebih kalem, dan memilih untuk langsung memeluk tubuh sahabatnya tersebut. Ketiga perempuan yang sama-sama mempunyai paras cantik itu memang sangat akrab, karena telah menjadi teman dekat sejak awal perkuliahan.
Amira dan Naura memang asli berasal dari kota tempat Universitas Jaya Abadi berada, dan berasal dari SMA yang sama, sehingga mereka sudah lebih dahulu kenal. Saat itu, mereka bertemu dengan Safira yang berasal dari luar kota dan terpaksa harus menyewa kamar kos di kota tersebut. Safira yang baru datang di kota asing dan tidak mempunyai teman, akhirnya menjalin persahabatan dengan Amira dan Naura, yang juga menerimanya dengan baik.
Tak lama setelah Safira duduk di bangkunya, terlihat ada dua orang mahasiswi yang sepertinya merupakan angkatan baru, berjalan malu-malu mendekat ke arahnya. Tadinya perempuan tersebut mengira mereka akan menghampiri dirinya dan dua rekannya, tapi mereka ternyata justru mengincar pertemuan dengan lelaki tampan di belakangnya.
“Kak Arga … boleh minta tanda tangan?”
“Woooo … Argaaaa,” Naura yang heboh langsung menyoraki pacar sahabatnya tersebut. Di saat yang sama, Safira hanya tersipu malu menyaksikan popularitas pacarnya di kalangan para mahasiswi baru.
Arga yang menjadi pusat perhatian pun hanya tertawa melihat kejadian tersebut. “Untuk apa ya minta tanda tangan saya?”
“Untuk tugas masa orientasi, Kak. Kami diminta senior untuk meminta tanda tangan dari 20 kakak kelas, sepuluh lelaki dan sepuluh perempuan,” ujar salah satu dari mahasiswi baru tersebut. “Kalau boleh, kami minta tanda tangan Kakak.”
“Pasti kerjaannya si Johan tuh, hahaa,” ujar Naura tergelak. Ia menyebut nama seorang senior yang seangkatan dengan dia, yang memang terkenal suka membuat repot mahasiswa dan mahasiswi baru.
“Kalau gitu kenapa gak minta tanda tangan sama kami saja,” untuk pertama kalinya Amira membuka suara. Ia memang merupakan sosok yang tidak mau banyak bicara, tapi bukan artinya ia akan menyia-nyiakan kesempatan untuk meledek Safira sahabatnya dan sang pacar.
“Errr … untuk yang perempuan sudah lengkap, Kak. Tinggal yang laki-laki saja.”
“Tadi kalian datang dari arah Mang Asep tukang ketoprak kan? Kenapa gak minta tanda tangan sama Tono yang lagi makan di depannya?” Tambah Amira sambil menunjuk ke arah seorang mahasiswa gendut berkacamata yang sedang asyik makan ketoprak. Lelaki tersebut sama sekali tidak menyadari bahwa ia sedang menjadi bahan obrolan Safira dan teman-teman.
“Errr … anu Kak. Hmm, bagaimana ya bilangnya …”
“Sudah-sudah, kasihan ini mahasiswi baru masih kalian kerjain juga. Mana sini buku tugasnya biar saya tanda tangan,” ujar Arga menengahi masalah. Amira dan Naura pun menghentikan aksi mereka dan hanya tersenyum menahan tawa.
“Terima kasih ya, Kak Arga,” ujar kedua mahasiswi baru tersebut hampir bersamaan.
Begitu keduanya pergi, Arga pun berpamitan kepada sang pacar. “Aku ke lapangan basket dulu ya, Sayang. Nanti kalau mau pulang kabari saja biar aku jemput,” ujar Arga.
“He’em. Bye, sayang,” jawab Safira dengan senyum termanisnya.
“Jangan lupa siapin pulpen Kak Arga, nanti banyak yang minta tanda tangan lho, hahaa,” ujar Naura begitu Arga telah berjalan menjauhi mereka.
Pria bertubuh ideal tersebut membalikkan badan untuk sesaat. Tidak banyak yang menyadari bahwa ia sempat sekilas mengedipkan mata, dan hal itu tidak ia lakukan untuk Safira pacarnya.
Begitu Arga telah hilang dari pandangan mereka bertiga, Safira pun memesan es teh manis untuk menemani dia mengobrol dengan kedua temannya. Masih ada waktu sekitar satu jam sebelum kelas pertama mereka hari ini dimulai, sehingga mereka pun merasa santai.
“Saf, gue mau tanya donk. Tapi janji jangan marah,” ujar Naura dengan nada suara yang dipelankan. Mungkin ia sadar bahwa suaranya yang normal memang begitu kencang dan bisa terdengar di seantero kantin dari ujung ke ujung.
“Mau tanya apa sih, Say. Bagaimana gue bisa menentukan marah atau tidak kalau pertanyaannya saja belum tahu,” jawab Safira.
“Lo sudah pernah ML ya sama Arga?”
Pertanyaan Naura tersebut membuat kedua sahabatnya yang lain kaget. Amira bahkan hampir menyemprotkan jus jeruk yang tengah ia minum, saking terkejutnya.
“Gila lo,” Amira mendengus.
“Lah? Kenapa pada kaget sih, gue nanya sesuatu yang wajar kan? Habis kalian udah mesra banget gitu, tiap berangkat sama pulang bareng, siapa tahu kan udah main di kosan.”
“Ya gak di sini juga kali Ra nanyanya,” ujar Amira. “Itu kan masalah privasi, lo tahu privasi gak?”
“Udah, udah. Gak usah ribut. Malah didengar orang banyak jadi malu kan,” ujar Safira menengahi.
“Jadi, udah belum?” Naura kembali ngotot bertanya.
Safira menghela nafas sejenak sebelum menjelaskan masalah yang cukup sensitif ini. Ia memang selalu terbuka kepada dua sahabatnya tersebut, tetapi tentu ia juga tahu diri untuk tidak mengumbar segalanya apabila tidak ditanya.
“Arga sih udah minta.”
“Tuh kan! Teruuuuusss….??”
“Ya terus gue bilang juga, jangan sekarang, nanti aja,” ujar Safira.
Kini giliran Naura dan Amira yang menghembuskan nafas mendengar cerita sahabatnya. Mereka tidak menyangka Safira bisa bertahan selama lebih dari dua tahun terakhir menjalin hubungan dengan Arga tanpa melakukan hubungan seksual.
“Kenapa begitu, Say?” Amira sepertinya tidak sabar juga, dan langsung menggantikan Naura untuk bertanya.
“Kalian tahu kan kalau gue punya impian untuk kuliah di Inggris. Jadi gue mau memenuhi impian itu dulu, membahagiakan orang tua gue, bangun karier di dunia PR, baru ngurusin hubungan pribadi,” jawab sang perempuan berjilbab sambil menyeruput es teh manis miliknya.
“Tapi bukannya gak ada hubungannya ML sama sekolah dan karier lo itu? ML ya ML aja, sekolah dan karier jalan terus. Gitu gak sih?” Tanya Naura.
“Bisa sih sebenarnya, tapi gue gak mau aja kayak gitu. Begitu gue ML, ada risiko jebol dan punya anak yang akan menghancurkan semua mimpi-mimpi gue. Kalau gak sampai punya anak karena selalu rutin pakai pengaman atau cowoknya mandul sekalipun, gue mungkin akan punya ikatan batin yang terlalu kuat sama cowok itu, yang bikin gue rela mengorbankan mimpi-mimpi gue. Dan gue gak mau itu,” jelas Safira.
“Hmm, masuk akal sih. Tapi emang lo gak pernah membayangkan nanti nikah sama Arga dan dia jadi ayah dari anak-anak lo?” Tanya Naura lagi. Ia sepertinya masih belum bisa menyamakan persepsi dengan pola pikir sahabatnya tersebut.
“Saat ini sih gue memang punya hubungan sama Arga, jadi kalau ada pertanyaan dengan topik soal pernikahan atau anak, yang ada di bayangan gue - yang kepikiran sekarang dan memegang andil penting tentunya Arga. Tapi kalau ditanya apakah gue sama dia akan menikah atau punya anak dalam waktu cepat, sepertinya belum sih. Sekolah dan karir dulu.”
“Lo pernah ngomongin soal ini sama Arga?” Tanya Amira.
“Hmm, jujur belum… Lagipula sejauh ini dia gak pernah nanya soal hal begituan, jadi menurut gue dia juga masih mau bawa santai aja, gak yang serius-serius amat.”
Naura dan Amira pun mengangguk-angguk.
“Emangnya kalian udah pernah ML ya?” Tanya Safira tiba-tiba.
Selama ini, Safira memang tidak pernah mengangkat topik soal hubungan seksual. Bukan karena ia sok alim, karena meski selalu mengenakan jilbab saat keluar kamar kos, perempuan cantik itu sebenarnya punya pola pikir yang liberal dan menganggap sah-sah saja pasangan kekasih untuk melakukan hubungan seksual selama suka sama suka. Ia sendiri belum melakukannya bukan karena alasan agama, tapi karena latar belakang lain.
“Hmm, gmana yah ngomongnya? Ya kalian tahu sendiri lah Fadil itu orangnya sangean, jadi udah tahu lah ya jawabannya, hee,” ujar Naura sambil menyebut nama pacarnya yang merupakan mahasiswa jurusan Teknik Informatika di kampus yang sama.
“Kalau main gak mungkin di rumah tapi kan?”
“Nggak lah, paling di kosan dia. Apalagi kalau pas sepi gak ada orang,” jawab Naura sambil tersenyum kecut.
“Kalau lo bagaimana Amira, pernah?” Tanya Safira. Kali ini pertanyaannya sedikit berbeda karena setahu dia Amira tidak pernah terbuka kalau dia saat ini sudah mempunyai pacar atau belum.
“Sebut saja bahwa gue gak sealim itu untuk urusan hubungan seksual,” jawab Amira yang bingung menentukan bagaimana dia harus menjawab pertanyaan tersebut.
“Ya kalau gitu sih jawabannya berarti udah pernah, hahaa,” ujar Naura yang langsung diikuti oleh gelak tawa kedua rekannya.
Inilah yang membuat Safira nyaman berteman dengan kedua sahabatnya tersebut. Mereka bisa membicarakan segala hal, dari yang remeh, serius, sampai yang tabu, tanpa perlu takut merasa akan dihakimi. Mereka pun sering mengajak Safira untuk pergi jalan-jalan, datang ke konser, atau sekadar makan di restoran, sehingga perempuan cantik tersebut mampu menghilangkan rasa kangen akan kampung halamannya yang berada di seberang pulau.
Bagi Safira, uang memang bukan masalah, karena uang saku yang diberikan orang tuanya setiap bulan jauh lebih banyak dari yang ia butuhkan untuk bertahan hidup di kota ini. Karena itu, seringkali dalam semua aktivitas tersebut, Safira yang mengeluarkan uang. Ia pun tidak merasa bermasalah, selama ia dan sahabatnya bisa sama-sama menikmati waktu dan merasa bahagia.
Kebahagiaan itu juga ia dapatkan dari Arga, yang ia kenal sejak masa orientasi kampus. Sejak awal masuk, sosok Arga memang telah terkenal karena dia merupakan salah satu pemain penting yang membawa SMA-nya menjuarai Liga Basket Nasional tingkat remaja. Karena itu, pria tersebut pun bagaikan madu yang dikerubuti oleh para kumbang berjenis kelamin perempuan di kampus tersebut.
Safira masih ingat betul saat ada pertandingan basket persahabatan antara mahasiswa baru dan para senior dalam rangka menutup masa orientasi, ada perempuan yang mengangkat spanduk berbunyi: “Dek Arga, otot bisep kamu bikin rahim kakak terasa hangat.”
Di sisi lain, Safira pun menyadari bahwa dirinya pun terkenal di kalangan para senior dengan cara yang berbeda. Sejak masa orientasi dimulai, sudah banyak senior pria yang mencoba mendekati dia dengan cara memberikan bantuan atau bocoran informasi penting tentang apa yang harus dilakukan oleh para mahasiswa baru. Saat teman-temannya yang lain mendapat hukuman karena kesalahan sepele, Safira biasanya akan “dibuat” aman.
Namun perempuan cantik itu menanggapi semua perhatian tersebut dengan biasa saja. Satu-satunya pria yang menarik perhatian dia adalah Arga sang bintang basket kampus yang berwajah tampan. Perempuan itu penasaran bagaimana sebenarnya kepribadian dia di luar lapangan olahraga.
Untungnya, tidak perlu waktu lama bagi Safira untuk mengetahui itu, karena ternyata Arga juga menaruh perhatian pada Safira, yang disebut-sebut sebagai “Kembang Kampus Nomor 1” di kalangan para senior. Pria tersebut mulai mencari tahu jadwal kuliah Safira, dan mencoba untuk hadir di saat perempuan tersebut pulang dan menawarkan tumpangan. Sang perempuan yang juga telah mempunyai perasaan khusus pun menanggapi perhatian tersebut.
Puncaknya, ketika hari Valentine, Arga menghadirkan kejutan saat Safira pulang kuliah. Ia menyusun banyak sekali bunga di depan Gedung 2 dan menyatakan cintanya pada sang bidadari kampus tepat pada tanggal 14 Februari. Safira pun menerima pernyataan cinta dari Arga, dan sejak saat itu mereka resmi berpacaran.
Hingga kini, tidak ada lagi perempuan yang secara terang-terangan membuka rahasia tentang hangatnya rahim mereka karena kehadiran Arga, atau laki-laki yang melakukan pendekatan secara terbuka kepada Safira. Di belakang mereka, tentu banyak yang berharap pasangan idola tersebut untuk putus, agar mereka mempunyai kesempatan. Namun sulit sekali memang menemukan celah negatif dari hubungan keduanya, yang seperti masih begitu hangat meski telah berjalan sekitar dua tahun.
“Eh, udah mau masuk neh, kita jalan ke kelas yuk,” cetus Naura yang langsung membuyarkan lamunan Safira akan awal hubungan dia dengan Arga.
“Yuk …” sahut Amira yang langsung berdiri dari kursinya.
“Eh, minggu depan kalian jangan lupa datang Entrepreneurship Day di Gedung 1 yah,” ujar Safira sambil menyusul kedua temannya yang telah lebih dahulu berjalan menuju kelas.
“Oh, acara di mana Pak Raja dan Bu Ratu jadi Ketua Panitia dan Seksi Acara ya, hee,” goda Naura. Di acara yang disebut Safira, ia memang berperan sebagai Seksi Acara sedangkan Arga bertindak sebagai Ketua Panitia.
“Sialan lo, masih aja godain gue. Tapi serius neh, kalian dateng ya, biar acaranya rame. Nanti ada makanan spesial juga lho dari influencer kondang,” ujar Safira sambil mengedipkan mata ke arah kedua temannya.
“Wah, siapa tuh? Boleh deh, kalau soal makanan gratis gue gak nolak, hahaa,” jawab Amira.
“Badan lo udah curvy gitu mau dibikin tambah BBW?” Ledek Naura.
“Jangan salah ya, sekarang banyak tahu yang justru sukanya sama yang body-nya curvy kayak gue, bukan yang petite kayak lo,” balas sang sahabat.
“Duh, kalian ini berantem mulu sih. Pokoknya kalian harus dateng, awas kalau nggak. Nanti gue gak bayarin makan dan jalan-jalan selama sebulan,” ancam Safira.
“Iya, iya. Yang buka acara nanti siapa, Say?” Tanya Naura.
“Biasa lah, Pak Dar,” jawab Safira.
“Hii …” Amira langsung bergidik mendengar namanya.
Naura juga terlihat menggelinjang jijik, “Ih! Pak Darmadi si Rektor mesum?”
Mereka bertiga merasa beruntung sang rektor bukan tipe orang yang suka berkeliling kampus. Karena itu, mereka pun hanya perlu bertemu dengan dia di acara-acara khusus, seperti Entrepreneurship Day yang akan berlangsung pekan depan. Tapi malang bagi Safira, karena tanggung jawabnya sebagai Seksi Acara membuatnya harus banyak berkomunikasi dengan sang rektor yang tidak disukai oleh banyak mahasiswa dan mahasiswi tersebut.
“Memangnya bener ya kalau dia itu mesum?” Tanya Amira. Ia memang sering mendengar kabar tersebut dari teman-temannya, tetapi semuanya datang dengan versi yang berbeda-beda. Cerita-cerita tentang sang Rektor seperti legenda kampus yang tidak diketahui bagaimana kejadian sebenarnya.
“Katanya sih. Gue diceritain sama Fadil katanya dia dulu nikah sama salah satu dosen di kampus ini, waktu dia jabatannya masih dekan. Eh pas dia naik jadi rektor, dia selingkuh sama dosen cewek lain di kampus ini juga. Karena itu, dia cerai sama istrinya sebelum punya anak,” ucap Naura.
“Terus sekarang selingkuhannya di mana? Udah gak ngajar di sini kan?” Tanya Safira.
“Nggak jelas. Ada yang bilang masih ada di sini, tapi gak tahu siapa,” jawab Naura. Ketiga perempuan tersebut pun bergidik ngeri.
“Untung gue gak pernah ada keharusan deket-deket sama dia, nanti badan curvy gue digrepe-grepe lagi sama tangannya yang keriput, hii …” ujar Amira. “Ogah banget deh, bayangin ketemu sama doi aja merinding, apalagi deket-deket.”
“Eh eh! Maksud lo, gue nanti bakal digrepe-grepe sama dia? Asem. Jadi kepikiran nih.” Ujar Safira sedikit was-was. “Mana pas acara gue disuruh dampingin dia terus lagi, huu. Pait pait.”
“Tenang kalau lo mah, Say. Kalau ada yang ngapa-ngapain, satu kampus pasti bakal langsung bakar pelakunya, dan Arga pasti langsung jadi yang terdepan, hee,” ujar Naura menenangkan.
“Semoga aman deh,” ujar Safira. “Eh, hari ini kelasnya Bu Yasmin ya. Kalian udah ngerjain tugas belom?”
“Santai sama Bu Yasmin mah, orangnya kan santai kalau soal tugas,” ujar Naura mengentengkan. “Apalagi dia masih pengantin baru, pasti pikirannya masih ke adegan ranjang sama suaminya, hahaa.”
“Sok tahu lu. Emang sih dia santai kalau urusan tugas, tapi semuanya dicatat sama dia. Tahu-tahu nanti nilai lo semester ini gak keluar baru tahu rasa,” ujar Amira meledek.
“Woy! Jangan nyumpahin dong, hahaa.”
Tanpa disadari oleh ketiga mahasiswi muda yang masih ranum tersebut, sedari tadi ada seorang pria yang memperhatikan gerak-gerik mereka dari belakang. Pria tersebut tampak tersenyum, sambil memperhatikan gerakan bokong ketiganya yang naik turun dan tampak begitu menggairahkan.
(Bersambung)