“Ahhh… akunya jangan digodain terushhh”
“Jawab dulu pertanyaanku” Dasar the classic Ray. Ia tetap menggunakan cara lama dengan menggodaku untuk memintanya memasukan kontolnya ke memekku.
“Mmuahh… Ahhkku belum pernah begituan sama pacarku yang sekarang” Jelasku sambil melingkarkan tanganku dilehernya dan mencium bibirnya.
“Begituan? Maksudmu ngentot?” Cecarnya sambil tetap menggesekan pelan kepala kontolnya di area bibir memekku.
“Iyhhh sayang. Ahhku belum pernahhh ngentot sama pacarku yang sekarang. Kontol kamu masih yang terbaik” Saat ini level hornyku sudah mencapai puncak. Tanpa sadar aku ikut menggoyangkan pinggulku.
“Ahhh… sayang” Desahku saat Ray berhasil menjebloskan kontolnya ke dalam memekku.
Walaupun aku sudah punya pacar sekarang, Ray tetap menjadi one call away disaat aku butuh. Lagipula, hubungan dengan pacarku saat ini baru berjalan satu bulan.
CONFUSION
*Tak Tak Tak*
Hentakan sepatu high heels berwarna hitam setinggi 7cm yang menambah tinggiku hingga 176cm menambahkan kesan seksi pada working outfit ku pagi ini; kemeja putih satin dengan 2 kancing atas terbuka, dikombinasikan dengan celana jeans loose fit, dan tentunya tidak lupa lanyard Coach menggantung dileherku turut menghiasi dada 36D yang sangat aku banggakan ini.
“Duh… ada apa lagi sih gue dipanggil ke ruangan pagi ini?” Gerutuku sambil berjalan ke arah ruangan Pak Dicky.
*Tok Tok Tok*
“Halo, bapak ganteng. Ada keperluan apa sih pak? Baru juga sampe, saya udah dipanggil aja”
Bosku yang satu ini memiliki kepribadian yang asik, jadi aku memperlakukannya juga dengan santai. Walaupun sebenarnya pikiranku sudah ketar-ketir sejak turun dari mobil tadi.
“Duduk dulu cantik” Pak Dicky mempersilahkan aku duduk di sofa yang ada di ruangannya.
“Jadi begini, ini sudah kedua kalinya saya memanggil kamu ke ruangan saya bulan ini perihal absesnsi kamu”
Aku bahkan sudah lupa berapa kali aku membolos bulan ini.
“Kamu ke mana aja sih emang kalo lagi bolos?” Tanya Pak Dicky sambil meletakkan kedua tangannya dipundakku dan memutar tubuhku agar membelakanginya.
“Ngga ke mana-mana, pak. Kan rumahku jauh, kalo aku udah telat bangunnya, aku jadi males buat ngantor” Jelasku tanpa ada perlawanan saat tangan pak Dicky mulai memijat pundakku.
“Yaudah kalo gitu. Kamu udah dapet jawaban dari tawaran bapak kemarin belum?” Ia menagih janji keputusanku.
Pak Dicky sebenarnya pernah menawarkanku untuk tinggal di salah satu unit apartemennya yang terletak di bilangan Utaranya Jakarta. Tapi, aku belum menentukan apakah aku akan menerima tawarannya. Lagipula, pacarku pasti tidak akan memberikan izin untuk hal ini.
“Saya udah ditegor sama atasan saya di Head Office perihal absensi kamu. Saya juga udah berusaha nutup-nutupin, tapi kemarin ada orang dari HO ke kantor kita dan menyuruh saya untuk memberikan SP3 ke kamu” Tambahnya menjelaskan.
“Kalau kamu mau menerima tawaran saya, nanti saya bantu untuk kamu tetap…”
“Yaudah deh, pak. Saya tinggal di sana aja biar ga kesiangan terus” Jawabku memotong pembicaraan Pak Dicky. Aku kebingungan saat ini untuk merespon seperti apa. Lagipula, itu kan yang mau dia dengar? Aku juga berfikir kalo sampai dikeluarkan dari kantorku saat ini, pasti akan repot juga nanti untuk mencari penggantinya.
“Tapi ga ada syarat apa-apa ya, pak?” Tanyaku sambil memicingkan mataku.
“Tenang aja, Cindy. Saya membantu kamu tanpa pamrih kok” Jawabnya dengan sumringah.
Kemudian kami lanjut ngobrol basa-basi.
“Yaudah, pak. Saya lanjut kerja dulu ya” Aku pamit menutup pintu ruangan Pak Dicky.
Kalo dipikir-pikir, ngapain juga ya aku menanyakan apakah ada syarat untuk tinggal di tempatnya dia. Pasti lambat laun, bosku pasti akan meminta imbalan atas jasanya sekarang tanpa secara langsung.